REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) terus mencari jalan diplomatik memulangkan warga negaranya yang ditawan militer Korea Utara.
Washington mengutus Robert King ke Pyongyang untuk merenogosiasi pembesan Kenneth Bae yang dipenjara sejak tahun lalu. King adalah utusan Departemen Luar Negeri AS kedua dalam tahun ini yang berangkat ke Korut.
King mengatakan akan berangkat pada Jumat (30/8) pekan ini. Misi kemanusian dan negosiasi hak-hak tawanan, kata King juga ikut dalam koper diplomatiknya.
"Kami (AS) membawa misi pembebasan Kenneth Bae. Kami memohonkan grasi khusus kepada penguasa di sana (Korut)," kata King, saat ditanya wartawan di pelataran Gedung Putih, Selasa (27/8), seperti dilansir Associated Press, Rabu (28/8).
Bae, diungkap dia, adalah prioritas misi diplomatiknya. Bae adalah warga AS keturunan Korut. Laki-laki 45 tahun ini punya nama lain seperti, Pae Jun-ho. Bae dikatakan sebagai seorang agamawan kristiani yang nekat masuk ke tanah leluhurnya sejak 2012 untuk melebarkan aksi misionarisnya.
Bae masuk ke Korut via Cina. Misi Bae terkonsentrasi di zona ekonomi khusus di kota pelabuhan Rason. Pada November, Bae digelandang militer Korut ke Pyongyang dengan berbagai macam kecurigaan.
Tuduhan, mulai dari menjadi mata-mata AS, sampai perencanaan kudeta ditimpakan militer kepadanya. Militer menemukan berbagai dokumentasi sosial dan video-video busung lapar di wilayah utara Korut milik Bae. Bae terancam hukuman mati atas aktivitasnya itu.
Ancaman Perang Korea jilid II antara Korut dengan Korea Selatan dan AS menambah berat posisi Bae. Tetapi kegugupan internasional mereda ketika Korut dan Korsel setuju untuk bernegosiasi.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry bertandang langsung ke Ibu Kota Korsel di Seoul untuk menentramkam ketegangan. Tidak lama konstelasi militer dalam skala besar mulai berkurang.
Delegasi perdamaian AS pun bertandang ke Korut. Beberapa diplomat senior AS ditugaskan Gedung Putih meminta pembebasan Bae. Namun otoritas peradilan di Pyongyang menolak.
Pada April, Pengadilan Militer Pyongyang memvonis Bae kerja paksa selama 15 tahun. "Kami (AS) tentu prihatin dengan keadaan Kenneth Bae. Terutama kesehatannya. Perjalanan ke Korut sangat diharapkan membawa saudara kami (Kenneth Bae) pulang ke rumah (AS)," kata King, seperti dilansir BBC News, Rabu (28/8).
Adik Bae, Terri Chung di Korut mengatakan kondisi saudaranya memprihatinkan. Kerja paksa dengan pengawasan militer tentu bukan perkara mudah. Hukuman tersebut berat bagi orang-orang yang dipenjara dengan ketidakadilan.Chung mengaku pernah bertandang ke lokasi kerja paksa Bae.
Bae, kata dia, berada di penjara khusus orang asing. Para tahanan dipekerjakan mengelola ladang untuk kebutuhan pangan.