REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) tidak bisa menyerang Suriah tanpa persetujuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB). Sekertaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan DK-PBB harus bertindak atas nama bersama mengatasi persoalan di negeri Syam.
''Organisasi ini (PBB) konsisten menjaga perdamaian dan keamanan internasional tidak bisa hilang dengan hanya dengan melakukan aksi (serangan),'' kata Ban di Markas PPB New York seperti dikutip BBC News, Rabu (28/8).
Ban menegaskan sanksi ke Suriah tetap menunggu pembuktian. Namun, diplomat senior asal Korea Selatan ini meminta internasional lebih mementingkan perdamaian ketimbang menghujani Ibu Kota Damaskus dengan peluru kendali.
''Berikan perdamaian dan kesempatan. Kita bicara untuk diplomasi perdamaian,'' ujar Ban.
Sekira 20 ahli senjata kimia sedang mendalami dugaan penggunaan senjata berbahaya oleh pasukan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad tersebut. Pernyataan Ban menyimpang dari penjelasan Utusan PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi.
Diplomat asal Aljazair ini mengatakan penggunaan senjata kimia adalah jelas. Akan tetapi, kata Lakhdar, penggunaan senjata tersebut tidak serta merta mengarah ke rezim. Perlu pembuktian akurat menentukan arah tuduhan.
AS meningkatkan status siaga perang menyusul banyaknya angka kematian akibat senjata kimia di pinggiran Damaskus. Bak pahlawan, Paman Sam memberikan lampu merah kepada Assad untuk segera dimusnahkan. Kapal perang AS sudah buang sauh di Laut Medeterania - sebelah barat Suriah, menuggu keputusan dimulainya serangan.
Washington meyakini serangan militer Assad di pinggiran ibu kota pada Rabu (21/8) itu menggunakan senjata kimia. Insiden pekan lalu itu menewaskan 300 orang. Sanksi militer pun menanti rezim Assad.
Lima negara akan mengoyak kekuasaan Assad, antara lain; Inggris, Jerman, Prancis, Turki, dengan komandan serangan adalah AS. Mereka ini adalah Pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) siap membantu.