REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris menghentikan 49 jenis ekspor peralatan militer ke Mesir. Kebijakan embargo itu menyusul konflik politik di Ibu Kota Kairo yang menelan tumbal lebih dari seribu nyawa dari kelompok Ikhwanul Muslimin.
"Ini adalah implementasi dari kebijakan Uni Eropa (UE) atas situasi di Mesir. Kami setuju melangkah lebih jauh dan konkret," kata Sekertaris Departemen Bisnis dan Perdagangan Vince Cable, seperti dilansir Aljazirah, Kamis (29/8).
Cable menambahkan, negara-negara UE akan mengikuti langkah serupa. Embargo Inggris menjadi jawaban paling keras Pemerintahan Perdana Menteri David Cameron terhadap Mesir.
Inggris bersama UE mendahului Amerika Serikat (AS) menanggapi soal kekerasan di Mesir. Bahkan tampak berseberangan. Cable mengatakan, tidak ada cara lain melawan 'kengerian' militer Mesir terhadap kelompok IM dan pendukung Presiden terguling Muhammad Mursi itu.
Embargo, kata dia harus dilakukan. Langkah tersebut dapat mencegah penggunaan senjata dalam pembubaran unjuk rasa.
Embargo disetujui Rabu (28/8) meliputi semua kesatuan, angkatan darat, laut, dan udara. Embargo dengan tidak lagi menjual suku cadang helikopter serbu dan pesawat tempur, juga perangkat lunak khusus militer dan periperal lain seperti peralatan komunikasi militer.Selain terhadap militer, embargo juga menyasar pasukan keamanan internal dan kepolisian.
Setidaknya ada lima sub-komuditas militer yang tidak dijual ke Mesir, yaitu, komponen dan suku cadang kendaraan infanteri, tank lapis baja dan senapan mesin.
Lebih dari seribu tewas di tangan militer dalam kerusuhan di pinggiran Kairo beberapa pekan lalu. Mereka yang tewas terbanyak adalah anggota IM dan pendukung Mursi. Tragedi tersebut mengundang keprihatianan dunia, dan membawa bara politik di kawasan.
UE menanggapi kerusuhan tersebut dengan tegas. Rapat darurat 28 negara anggota menghasilkan konklusi sama, yakni mengutuk kekerasan tersebut. Namun tidak berhenti, UE pun mendesak negara-negara anggota mengkaji semua kerjasama militer terhadap Mesir.
UE pun menghentikan bantuan keuangan rutin ke Negeri Piramida itu. "Dengan bersama-sama, kami ingin menyampaikan posisi yang jelas. Kami menolak siapa pun yang memanfaatkan militer untuk kekerasan terhadap rakyatnya sendiri," sambung Cable.
Kata dia, embargo tersebut tidak permanen, tapi kebijakan itu mengikuti situasi politik di Mesir. "Kami (Inggrsi) bersama UE terus mengkaji embargo ini sampai keadaan di Mesir pulih," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel menentang rencana Gedung Putih dan Kongres AS menghentikan bantuan militer ke Mesir. "Militer (Mesir) telah memainkan peran penting dan bertanggung jawab dan sangat bertanggung jawab," kata Hagel, kepada BBC News di Bandar Seri Begawan, Rabu (28/8).