REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Mesir untuk Indonesia Bahaa Dessouki menyatakan pembelaan dan dukungannya terhadap rezim militer. Menurutnya, langkah yang diambil militer pimpinan Jendral Abdul Fattah Al Sisi adalah tindakan yang tepat sebagai penyelamatan negara dari gejolak politik.
"Kalau Militer tidak ikut campur tangan, pasti sudah ada pertumpahan darah dan perang saudara. Saat itu ada 33 juta warga Mesir yang turun di jalan-jalan. Mereka di sana dengan satu niat untuk menurunkan Mursi dari kursi kepresidenan mereka," paparnya.
Militer, katanya, sebagai otoritas yang memang bertanggung jawab menjaga keamanan Mesir harus mengambil tindakan tegas. Ini karena perseteruan antara kedua kubu tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
"Militer terpaksa mengambil tindakan untuk memelihara stabilitas keamanan Mesir. Militer tidak berdiri di pihak salah satu pihak, tapi untuk mengamankan kedua belah pihak dari bentrokan," jelasnya.
"Kedua, untuk melindungi Mursi sendiri. Jika jumlah massa yang begitu banyak itu dibiarkan, mungkin akan menjadi ancaman bagi keselamatan Mursi. Jadi masuknya campur tangan Militer pada kondisi saat itu dengan dua tujuan ini," sambungnya.
Dessouki menilai, kesalahan fatal telah dilakukan Mursi sehingga timbul kericuhan di tengah masyarakat Mesir.
"Ketika Presiden Mursi datang, masyarakat Mesir menerimanya. Karena masyarakat Mesir ketika itu menginginkan perubahan. Namun sangat disayangkan, masyarakat yang berharap akan perubahan itu kecewa. Karena Presiden Mursi tidak berlaku sebagai presiden bagi seluruh warga Mesir. Mursi hanya menjadi presiden bagi kelompoknya sendiri. Ini yang pertama sekali kesalahannya. Ini adalah kesalahan fatal bagi hak warga Mesir," paparnya.
Ia juga menyayangkan, banyaknya kebijakan politik yang keliru selama Mursi memerintah. Misal, anjloknya perekonomian dan tidak adanya ruang untuk oposisi bersepakat. "Yang paling mendasar adalah, tidak adanya kemampuan yang mumpuni yang mereka miliki untuk mengelola pemerintahan," jelas Dessouki.