REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendukung militer Mesir menyayangkan menyayangkan adanya informasi yang tak berimbang mengenai kondisi di negara tersebut. Sehingga, muncul gambaran mengenai kekerasan, pelanggaran HAM, hingga pembantaian terhadap warga sipil.
Pakar politik dari Universitas Kairo, Mohammad Selim mengatakan, harusnya ada informasi yang berimbang yang disajikan kepada masyarakat. "Saya mengharapkan masyarakat dan dunia Islam lebih cerdas dalam mencerna informasi. Jangan hanya mengambil satu sumber saja. Tapi ambil dari berbagai sumber yang berbeda sebagai pembanding," jelas Selim.
Duta Besar Mesir untuk Indonesia Bahaa Dessouki juga menyatakan hal serupa. Misalnya, kata dia, seperti kejadian yang baru terjadi hari ini. Ia mendapat kabar, ada tiga orang pengunjuk rasa yang tidur di dalam sebuah tenda. Ketika polisi datang, sekelompok orang dari Ikhwanul Muslimin datang membakar tenda tersebut. Padahal di dalamnya ada orang yang tengah tidur.
Polisi pun datang dan memadamkan api tersebut. Namun justru terkesan kalau polisi yang telah membakar tenda-tenda milik para pengunjuk rasa itu. "Namun hal seperti ini tidak dipublikasi kejadian sebenarnya oleh media," ujarnya.
Ia pun menyatakan pembelaan dan dukungannya terhadap rezim militer. Menurutnya, langkah yang diambil militer pimpinan Jendral Abdul Fattah Al Sisi adalah tindakan yang tepat sebagai penyelamatan negara dari gejolak politik.
"Kalau Militer tidak ikut campur tangan, pasti sudah ada pertumpahan darah dan perang saudara. Saat itu ada 33 juta warga Mesir yang turun di jalan-jalan. Mereka di sana dengan satu niat untuk menurunkan Mursi dari kursi kepresidenan mereka," paparnya.