REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Setelah berjibaku dengan militer dan kalah, para demonstran dari Ikhwanul Muslimin (IM) tidak tinggal diam. Berbagai rencana dan strategi tak henti disusun IM untuk melakukan pembalasan.
Dilansir dari laman Al Arabiya, setelah beberapa para aktivis Ikhwanul Muslimi dibebaskan, mereka pun menyebar agar tak terlacak oleh militer. Sisa-sisa pucuk pimpinan pun masih bisa melakukan koordinasi dengan baik melalui gerakan bawah tanah. Hanya melalui jalur seperti ini mereka bisa beraksi mengatur strategi pembalasan.
Jumat lalu, IM bisa sukses menggelar demonstrasi dengan melibatkan sekitar 10 ribu massa di luar istana presiden dan lokasi lainnya yang sejalur. Kesuksesan ini, bisa dicapai karena sebelumnya telah disusun taktik untuk menjebak militer.
Taktiknya, tidak menggelar demonstrasi secara terpusat agar tak mudah kalah oleh kekuatan militer dan sedikit terjadi bentrok yang memakan korban. Para demonstran menjebak militer dengan mengatakan akan menggelar unjuk rasa besar-besaran di Lapangan Sphinx, Kairo. Pasukan keamanan pun mengerahkan seluruh jajarannya dan langsung membarikade area tersebut menggunakan kawat berduri serta tank.
Namun militer tertipu. Di area tersebut, hanya ada sedikit orang yang berdemo. Sedangkan puluhan ribu lainnya justru berdemonstrasi di lokasi lainnya. Ada sekitar 1.300 orang yang menjadi korban bentrokan di Mesir. Sebagian besar dari mereka berasal dari kelompok IM yang berusaha mempertahankan presiden terpilih mereka, Muhammad Mursi.
Salah seorang pengunjuk rasa, Ahmed Osama (18 tahun) mengatakan, perjuangan yang dilakukannya berarti besar. Apalagi ia telah kehilangan teman-teman dan saudaranya yang ditembak oleh militer. "Awalnya, yang kami perjuangkan hanya agar Mursi kembali berkuasa," katanya, Sabtu (31/8).
Namun, ketika ia melihat dengan mata kepala sendiri, orang-orang terdekatnya menjadi korban, niat pembalasan pun muncul. "Darah sudah ditumpahkan, perjuangan kami pun sudah lebih dari niat awal," katanya.
Ia memang mengakui akan menghindari melakukan aksi yang membuat pertumpahan darah. Cara-cara cerdas, demokratis, manusiawi menjadi jalan yang dipilihnya untuk membalas perlakuan militer. "Kami masih disini dan kami akan tetap berjuang," katanya.
Dua pekan lalu, kekerasan di Mesir mencapai puncaknya. IM telah lama melakukan operasi secara diam-diam lantaran lebih dari 80 tahun menjadi organisasi terlarang di Mesir. Baru pada 2011 organisasi ini bisa berhasil menggulingkan presiden Hosni Mubarak hingga semakin kuat dan menciptakan kekuatan partai politik sendiri.
Setelah bentrokan berdarah dua pekan lalu, kelompok ini tampaknya telah mengubah taktik perlawanan. Mengumpulkan massa di alun-alun utama Kairo dianggap bukan ide bagus karena banyak memakan korban.