Ahad 01 Sep 2013 17:26 WIB

FBI Tingkatkan Pengawasan Terhadap Warga Suriah Di AS

Petugas FBI (ilustrasi)
Foto: Reuters
Petugas FBI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika Serikat meningkatkan pengawasannya terhadap warga Suriah yang tinggal di Amerika Serikat menjelang kemungkinan serangan militer AS terhadap Suriah, kata surat kabar New York Times, Ahad (1/9). Badan intelijen domestik itu dan Departemen Keamanan Dalam Negeri juga menyiagakan badan-badan federal dan perusahaan-perusahaan bahwa setiap serangan AS dapat memicu serangan dunia maya.

Para penyintas yang mengklaim akan mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad, dan dikenal sebagai Tentara Elektonik Suriah, telah melakukan beberapa gangguan dalam bulan-bulan belakangan ini terhadap perusahaan-perusahaan AS, termasuk surat kabar New York Times. Surat kabar itu mengatakan para agen FBI akan melakukan wawancara dengan ratusan warga Suriah dalam beberapa hari ke depan.

Para pejabat AS sangat khawatir karena sekutu dekat Suria, Iran, memperingatkan bahwa setiap aksi militer terhadap Suriah akan menjadikan Israel lautan api. FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri, menurut laporan New York Times, telah mengeluarkan satu buletin rahasia yang menyiagakan para pejabat penegak hukum federal, negara bagian dan lokal tentang kemungkinan ancaman-ancaman yang timbul akibat konflik Suriah.

New York Times mengatakan para pejabat senior FBI juga mengarahkan kantor-kantor lapangan biro itu untuk mengawasi terus sumber-sumber yang punya hubungan dengan warga Suriah sebagai bagian dari satu usaha untuk mengidentifikasi setiap pembicaraan tentang serangan balasan. Sementara para warga Suriah yang kini berada dalam penyelidikan akan ditempatkan dalam pengawasan yang lebih ketat.

"Mereka tidak memulai sejak dari awal kantor-kantor cabang tahu apa yang mereka miliki dalam hal sumber-sumber dan investigasi-investigasi tetapi ini adalah satu arahan bagi mereka untuk meningkatkan usaha-usaha mereka dan memeriksa perangkap-perangkap mereka," kata seorang pejabat senior AS kepada New York Times.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement