Senin 02 Sep 2013 11:22 WIB

Mursi Jatuh, Keuangan Syariah Mesir Kehilangan Dukungan

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Heri Ruslan
 Seorang pengunjuk rasa pendukung Presiden Muhammad Mursi meneriakkan slogan  melawan militer Mesir dalam aksi unjuk rasa di dekat masjid Al-Nour di Kairo, Jumat (23/8).   (AP/Manu Brabo)
Seorang pengunjuk rasa pendukung Presiden Muhammad Mursi meneriakkan slogan melawan militer Mesir dalam aksi unjuk rasa di dekat masjid Al-Nour di Kairo, Jumat (23/8). (AP/Manu Brabo)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Jatuhnya rezim Ikhwanul Muslimin (IM) membuat keuangan syariah kehilangan dukungan politik kuat di Mesir.

Pangsa pasar bank syariah di Mesir hanya sekitar lima persen, jauh di bawah perkiraan sekitar 25 persen. Sebelumnya, tampak keuangan syariah akan berubah maju ketika Mohammad Mursi mengambil kekuasaan, Juni 2012.

IM berniat memperluas keuangan syariah dengan membuat papan kebijakan ekonomi untuk menerbitkan sukuk, mengenalkan aturan untuk memfasilitasi penggalangan dana wakaf oleh perusahaan syariah serta mereformasi operasi dukungan politik terhadap keuangan syariah. Namun rencana itu hilang seiring dengan penggulingan Mursi lewat pemberontakan militer pada awal Juli lalu.

Pemerintah sementara Mesir menaruh perhatian yang kecil terhadap keuangan syariah. Meski pun keuangan syariah diprediksi masih dapat tumbuh karena adanya beberapa faktor.

Yaitu, adanya permintaan produk keuangan syariah dari 84 juta penduduk Muslim Mesir, kebutuhan untuk mengembangkan sumber pembiayaan negara dan guna meningkatkan peran negara Arab kaya dalam perekonomian Mesir. 

"Sukuk akan tetap tersedia di Mesir karena satu-satunya instrumen yang digunakan beberapa investor dalam dewan kerja sama teluk dan Asia Tenggara," ucap Kepala Otoritas Pengawasan Keuangan Mesir, Sherif Sami, seperti dikutip Reuters.

Mursi telah berjuang mengeluarkan undang-undang yang mampu membuka jalan bagi masalah sukuk. Awalnya, Mesir diharapkan dapat menerbitkan debut sukuk internasional tahun ini dan mengumpulkan dana 10 miliar dolar AS per tahun dari penjualan tersebut. Namun sepertinya harapan itu terlalu optimis.

Karena Mesir butuh waktu untuk membuat persiapan teknis dan mengembalikan stabilitas politik. Penjualan sukuk tersebut diperkirakan tidak dapat dilakukan sebelum akhir tahun depan. 

Namun, bukan berarti Mesir akan meninggalkan sukuk di tahun-tahun mendatang. Mesir tetap membutuhkan sukuk untuk membantu mengisi kembali cadangan devisa dan menjembatani defisit anggaran negara yang besar. Investor negara-negara Teluk menjadi semakin penting bagi perekonomian Mesir.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait telah menjadi pendukung utama keuangan Mesir sejak Mursi digulingkan dan menjanjikan bantuan 12 miliar dolar AS. Setiap kebangkitan investasi asing di Mesir diperkirakan akan sangat tergantung pada negara-negara Teluk. 

Menteri Keuangan Mesir, Ahmed Galal mengatakan pada prinsipnya pemerintah sementara yang saat ini menjabat tidak punya masalah pada sukuk. Tetapi mereka tidak akan menjadikan sukuk sebagai instrumen utama. Usai penggulingan Mursi, promosi keuangan syariah di Mesir kurang agresif jika dibanding ketika IM masih berkuasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement