REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel berencana meninggalkan puluhan pemukiman Yahudi dan pangkalan militer di Tepi Barat sebagai bagian dari paket perdamaian untuk mendirikan negara Palestina di perbatasan.
Seorang pejabat Palestina mengatakan usulan tersebut tidak diterima Palestina dengan menekankan sulitnya jalan kedua belah pihak mendapatkan kesepakatan yang mengakhiri konflik.
Dalam laporan Al-Arabiya, Kamis (5/9), pejabat tersebut berbicara dengan syarat anonim. Untuk mendirikan negara, Palestina menginginkan Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza, wilayah yang dicaplok Israel dalam perang Timur Tengah 1967.
Pada saat Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menentang kembalinya garis perbatasan sebelum 1967, gagasan negara Palestina dalam perbatasan sementara mendapat banding dengan warga Israel.
Warga Palestina menolak setiap gagasan kesepakan sementara. Mereka takut pengaturan sementara akan menjadi permanen.
Warga Palestina telah menolak pembangunan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Wilayah tersebut saat ini menjadi rumah bagi 500 ribu warga Israel sehingga membuat semakin sulit untuk membagi tanah bagi kedua negara.
Setelah berbulan-bulan mediasi AS, Palestina setuju untuk melanjutkan pembicaraan damai. Meski Israel tidak berjanji membekukan pembangunan pemukiman, pejabat AS mengatakan harapannya kedua belah pihak menghindari gerakan provokatif.
Pejabat Palestina mengatakan pembicaraan resmi soal perbatasan belum mulai. Negosiasi masih difokuskan pada masalah keamanan.
Dia mengatakan Israel ingin mempertahankan kontrol perbatasan di Tepi Barat dengan Yordania dan mempertahankan pangkalan militer dekat perbatasan Yordania. Pejabat Israel menolak mengomentari proposal tersebut.
Dia menekankan komitmen untuk menjaga bahan negosiasi tetap menjadi rahasia. "Telah disepakati antara kedua pihak, semua diskusi tentang negosiasi akan melalui Amerika," ujar pejabat itu.