Jumat 06 Sep 2013 18:29 WIB

Muslim Pakistan Tak Nyaman Shalat di Kereta

Rep: Agung Sasongko/ Red: Dewi Mardiani
Ruang shalat Masjid Badshahi Lahore, Pakistan.
Foto: timesofpakistan.pk
Ruang shalat Masjid Badshahi Lahore, Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Seperti Indonesia, Pakistan memiliki jalur kereta api yang padat penumpang. Ratusan ribu Muslim Pakistan setiap hari memanfaatkan jasa kereta api. Namun, ada keluhan Muslim Pakistan soal layanan kereta, yakni minimnya fasilitas yang memudahkan mereka melaksanakan shalat.

Menangkap keluhan itu, otoritas perkeretaapian Pakistan berencana mendesain ulang kereta guna mengakomodasi kebutuhan jamaah."Kami (pemerintah) lama mendengar permintaan itu. Namun, ada baiknya masyarakat menyampaikans ejak awal," ungkap Saad Rafiq, Menteri Federal untuk masalah perkeretaapian, seperti dilansir Onislam.net, Jumat (6/9).

Menurut Saad, desain baru itu akan segera dimulai ketika tender dibuka. Instruksi telah diberikan kepada otoritas untuk segera melaksanakan rencana itu. Ketika dikonfirmasi, otoritas menyatakan desain ulang ini akan diselesaikan secara bertahap. "Mendesain ulang kereta bukan pekerjaan yang mudah, terutama ketika Anda kehabisan uang," kata Saad.

Saad pun meminta masyarakat untuk bersabar. Karena kesabaran itu akan menghasilkan layanan maksimal.Dari skema yang diajukan, setiap kereta akan dilengkapi alat pemandu arah kiblat. Selain itu, akan ditempatkan petugas khusus guna memandu penumpang guna melaksanakan shalat. "Saya akui ini merupakan tantangan. Yang pasti, kami tetap memperhatikan kenyamanan penumpang," kata dia.

Isu perkeretaapian tengah menjadi pembahasan publik cukup lama. Penurunan penumpang berikut peralihan penumpang moda transportasi lain jadi masalah. Ini yang kemudian menjadi ajang pertaruhan politik guna meraih simpati rakyat. Karena itu, rencana desain ulang ini menjadi pertaruhan besar pemerintah.

"Kereta api lebih nyaman dan cepat ketimbang bus atau kendaraan pribadi. Masalahnya hanyalah satu, tidak ada tempat untuk shalat," kata Manzoor Husseinm, warga Karachi. Zahid Awan, mahasiswa dari Jamia Binoria di Karachi, juga menyambut baik keputusan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement