Selasa 10 Sep 2013 15:10 WIB

Seperempat Laki-Laki Asia Mengaku Pernah Memperkosa

Rep: Nur Aini/ Red: Mansyur Faqih
Ilustrasi pemerkosaan
Foto: www.jeruknipis.com
Ilustrasi pemerkosaan

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dalam laporan PBB terbaru, hampir seperempat pria yang disurvei di beberapa negara Asia mengaku melakukan setidaknya satu pemerkosaan. Pemerkosaan dinilai merupakan hal umum dalam hubungan. Namun, satu dari 10 pria mengaku memperkosa seorang perempuan yang bukan pasangannya. 

Sebanyak 10 ribu orang dari enam negara ikut ambil bagian dalam survei ini. Hasil itu merupakan studi pertama multinegara untuk mengkaji bagaimana kekerasan yang meluas terhadap perempuan dan alasan di balik itu. Dari mereka yang mengaku memperkosa, hanya di bawah setengah yang melakukannya lebih dari sekali. 

Prevalensi pemerkosaan bervariasi antarnegara. Di Papua Nugini, lebih dari enam dari 10 orang yang disurvei mengaku memaksa seorang perempuan untuk berhubungan seks. Itu umum di daerah perkotaan di Bangladesh, di mana itu hanya di bawah satu dari 10. 

Sementara di Srilanka, ditemukan satu dari 10 orang yang memaksa berhubungan seks. Di Kamboja, Cina, dan Indonesia berkisar satu dalam lima sampai hampir setengah dari semua laki-laki yang disurvei. Hampir tiga perempat dari mereka yang melakukan pemerkosaan mengatakan mereka melakukannya untuk alasan hal seksual. 

"Mereka percaya mereka memiliki hak untuk berhubungan seks dengan perempuan tanpa persetujuan. Motivasi kedua yang paling umum dilaporkan adalah memperkosa sebagai bentuk hiburan," ujar penulis laporan Emma Fulu dikutip BBC, Selasa (10/9).

Alasan lainnya adalah pemerkosaan digunakan sebagai bentuk hukuman atau karena orang itu marah. "Mungkin mengejutkan, motivasi paling umum adalah alkohol," ujar Fulu. 

Laki-laki yang mengalami kekerasaan saat anak-anak terutama pelecehan seksual dinilai lebih mungkin melakukan pemerkosaan. "Lebih dari separuh pelaku pemerkosaan non-mitra pertama dilakukan saat remaja," ujar Michele Decker dari John Hopkins Bloomber School of Public Health. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement