REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia Makmur Keliat meyakini Amerika Serikat akan memilih mengambil langkah serangan militer untuk melengserkan rezim Presiden Suriah Bashar al Assad dibandingkan mengambil jalur transisi demokrasi.
"Jadi yang dilakukan Amerika merupakan konsep perubahan rezim dengan strategi cepat dan radikal yaitu menggunakan intervensi militer," kata Makmur di Jakarta, Rabu.
Dia menilai AS memiliki kepentingan untuk menumbangkan rezim Bashar karena dinilai tidak sejalan dengan rencana Washington beserta sekutunya di wilayah Timur Tengah. Makmur mengatakan rezim Bashar dinilai AS tidak akomodatif terkait kepentingan AS dan Israel serta cenderung dekat dengan Iran.
Makmur mengatakan langkah transparansi dan demokrasi AS di Suriah tidak akan dilakukan karena proses politik yang dijalankan negara tersebut selama ini.
Makmur melihat lama atau tidaknya serangan militer tersebut akan berpengaruh pada terjadinya perang regional di wilayah Timur Tengah. Dia menilai apabila AS berhasil melancarkan perang dengan cepat dan meruntuhkan rezim Bashar maka eskalasi perang regional bisa diminimalisir.
"Seberapa cepat serangan itu dilakukan sangat ditentukan informasi intelijen AS sebelum tindakan tersebut dilakukan untuk melihat titik-titik rawan dari perang tersebut," ujarnya.
Dia memperkirakan apabila AS menyerang Suriah maka waktunya tidak lebih dari dua pekan.
Menurut Makmur, langkah serangan militer merupakan cara cepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan AS namun tidak serta merta menciptakan stabilitas demokrasi akibat tindakan tersebut.
Dia mencontohkan Irak dan Afghanistan yang membutuhkan waktu lama untuk membangun demokrasi dan muncul resistensi dari beberapa kelompok yang mendukung rezim.
"Membangun rezim demokratis membutuhkan waktu yang lama setelah sebuah rezim diruntuhkan dengan militer," tegasnya.