Selasa 17 Sep 2013 09:36 WIB

Ban Ki-Moon: Penggunaan Senjata Kimia di Suriah Kejahatan Perang

Jasad korban serangan senjata kimia di Ghouta, Suriah, Rabu (21/8).
Foto: AP/Shaam News Network
Jasad korban serangan senjata kimia di Ghouta, Suriah, Rabu (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, PBB, AMERIKA SERIKAT -- Pemimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-Moon mengatakan para pemeriksa PBB memiliki bukti kuat tentang adanya penggunaan senjata kimia di Suriah.

Tim penyelidik PBB mengatakan dalam laporannya bahwa pihaknya memiliki bukti-bukti "yang jelas dan meyakinkan" bahwa gas sarin memang telah digunakan di Ghouta dan bahwa senjata kimia telah digunakan dalam "skala relatif luas" selama terjadinya konflik di Suriah --yang telah berlangsung selama 30 bulan itu.

Ban Ki-Moon menyebut serangan itu sebagai kejahatan perang.

Ban kemudian menyeru Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan "konsekuensi" jika Presiden Suriah Bashar al-Assad gagal menjalankan kesepakatannya dalam pemusnahan persenjataan kimia seperti yang direncanakan oleh Rusia dan Amerika Serikat.

"Saya mempercayai bahwa semua pihak bersama-sama dengan saya mengutuk kejahatan yang tercela ini," kata Ban.

Ia mengatakan hal itu dalam sidang tertutup yang digelar Dewan Keamanan. Dewan itu sendiri terpecah antara para pendukung dan penentang aksi keras internasional terhadap Assad.

"Kondisi cuaca pada pagi hari itu kondusif untuk memaksimalkan potensi dampak (serangan senjata kimia, red)," kata Ban.

"Pergerakan udara ke bawah akan memungkinkan gas secara mudah menembus ruang bawah tanah dan lantai bawah gedung-gedung dan bangunan lainnya tempat orang-orang mencari perlindungan," kata Ban.

Amerika Serikat, yang telah mengeluarkan ancaman untuk melancarkan serangan militer terhadap penggunaan senjata kimia, memperkirakan bahwa korban tewas dalam serangan itu mencapai 1.400 orang.

Sidang Dewan Keamanan tersebut dilangsungkan dua hari setelah Rusia dan Amerika Serikat menyepakati rencana untuk memusnahkan persenjataan kimia milik Suriah dalam waktu satu tahun.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement