REPUBLIKA.CO.ID, ZAMBOANGA--Puluhan tahanan gerilyawan Moro, yang terlibat pertempuran dengan pasukan Filipina, pada Selasa (17/9) melarikan diri saat serangan militer, tapi geilyawan menculik kepala kepolisian kota Zamboanga, kata pihak berwenang.
Sejumlah 61 orang tewas dan 70.000 orang mengungsi sejak bentrok di kota Zamboanga, Filipina selatan, dimulai lebih dari sepekan lalu, ketika ratusan gerilyawan Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF) berusaha memasang bendera kemerdekaan.
Ratusan warga sipil lainnya tetap terperangkap saat gerilyawan berusaha berlindung dari serangan militer di desa-desa berpenduduk mayoritas Muslim kota itu, dengan sejumlah penduduk digunakan sebagai sandera atau perisai-perisai manusia.
Dan dalam satu kemunduran yang memalukan, kepala kepolisian Zamboanga Inspektur Senior Chiquito Malayo diculik Selasa pagi. Malayo bersama tiga anak buahnya berada di satu daerah rawa sedang berusaha memblokir gerilyawan melarikan diri tetapi malahan ditangkap, kata perwira logistiknya.
"Ini adalah satu insiden yang disesalkan yang menegaskan rawannya di daerah itu," kata juru bicara militer Brigjen Domingo Tutaan mengonfirmasikan peristiwa itu kepada AFP.
Setelah satu serangan militer melibatkan serangan-serangan roket dari helikopter dimulai Jumat, para gerilyawan mengalami kehilangan banyak daerah yang mereka duduki. Sejumlah 149 orang melarikan diri Senin malam dan Selasa pagi, kata pihak berwenang.
Para pria, wanita dan anak-anak kembali berkumpul dengan diwarnai isak tangis jauh dari garis-garis depan dengan keluarga-keluarga mereka, yang menunggu dengan kesedihan yang mendalam selama beberapa hari.
"Saya tidak bisa tidur, saya tidak dapat makan, semua yang saya pikirkan tentang anak laki-laki kecil saya dan keluarga saya," kata seorang karyawan hotel berusia 28 tahun, ketika ia dan para anggota keluarganya yang selamat berpeluk erat.
Militer Selasa mengatakan mereka terus membersihkan pasukan MNLF dari dua desa pesisir dan pertempuran seru berkobar. Juru bicara militer Letkol Ramon Zagala mengatakan militer telah merebut kembali 70 persen posisi gerilyawan dan menutup rute pelarian.
Tetapi sekitar 100 petempur MNLF masih bertahan, katanya, dan tetap tidak jelas berapa banyak sandera yang masih ditahan mereka. Sejumlah 51 gerlyawan MNLF tewas dalam pertempuran itu, kata militer. Empat warga sipil juga tewas termasuk seorang anak berusia dua tahun yang menurut pihak berwenang adalah seorang sandera.
Pertempuran telah berhenti di Zamboanga, kota berpenduduk satu juta jiwa yang merupakan salah satu dari pusat-pusat perdagangan utama di Filipina selatan.
Langgar Perjanjian Damai
Gerilyawan Moro melakukan pemberontakan sejak tahun 1970-an untuk mendirikan satu negara merdeka atau otonomi di daerah selatan Filipina. Sekitar 150.000 orang tewas dalam konflik itu.
MNLF menandatangani perjanjian perdamaian tahun 1996 yang memberikan satu daerah otonomi terbatas bagi minoritas Muslim di selatan, dan sejak itu ikut serta dalam proses politik negara itu .
Tetapi pendiri MNLF Nur Misuari kecewa dengan perjanjian perdamaian antara satu kelompok gerilyawan Front Pembebasan Islam Moro (MILF),kelompok saingannya yang memiliki 12.000 petempur, karena ia yakin perjanjian itu akan mengabaikan organsiasinya.
Ia mengerahkan para pendukung bersenjatanya ke Zamboanga untuk memasang bendera kemerdekaan, yang para pengamat keamanan mengatakan bertujuan untuk menunjukan bahwa MNLF dapat membuktikan satu ancaman penting jika pemerintah tetap mengabaikan mereka.