Rabu 18 Sep 2013 05:52 WIB

Dalai Lama Kutuk Aksi Kekerasan Terhadap Muslim Rohingya

Rep: bambang noroyono/ Red: Taufik Rachman
Dalai Lama
Dalai Lama

REPUBLIKA.CO.ID,PRAHA -- Pemimpin spritual masyarakat Tibet, Dalai Lama 'mengutuk' aksi kelompok agamawan Buddha Myanmar terkait aksi brutal terhadap Muslim Rohingya di negara itu.

Kata dia, kelompok biksu yang mengkampanyekan antiMuslim adalah aksi melenceng dari prinsip Buddha.''Untuk mereka, biksu di Burma (Myanmar), tolong hentikan kekerasan terhadap Muslim,'' kata Dalai Lama saat ditanya wartawan dalam konfrensi pers tahunan tentang hak asasi manusia di Praha, Republik Ceko, seperti dilansir AFP, Selasa (17/9).

Dalai Lama ke-14 ini mengatakan, komunitas Muslim Rohingya di Myanmar tidak patut mendapat perlakuan tidak adil dari masyarakat mayoritas. Penerima Nobel Perdamaian 1989 ini pun mendesak agar pemerintahan di Naypyidaw segera memperbaiki kerukunan beragama di Myanmar.

''Saya katakan, mereka (pemerintah) harus melindungi saudara-saudara Muslim (Rohingya),'' kata tokoh kharismatik bernama asli Tenzin Gyatso ini. Aktivis kemanusian yang sejak 1959 tidak diizinkan Pemerintah Cina berada di Tibet ini pun menegaskan, tidak satu pun ajaran dalam prinsip Buddha menolak kehadiran agama lain di wilayahnya.

''Ketika mereka memilih (untuk) memusuhi saudara kami yang Muslim, tolong, ingatlah ajaran kita (Buddha),'' kata dia.Tidak kurang dari 200 Muslim Rohingya tewas dalam kerusuhan komunal tahun lalu di Myanmar.

Kerusuhan menjalar hampir ke semua negara bagian negara bekas junta itu. Kerusuhan pun memaksa 800 ribu etnis Muslim Rohingya menyeberang ke Bangladesh dan negara Asia Tenggara lainnya untuk menyelamatkan diri.

Kerusuhan etnis terparah di negara anggota ASEAN itu masih terasa sampai sekarang. Bahkan pemerintahan Presiden Thein Sen itu, membiarkan kampanye permusuhan terhadap Muslim Rohingya. Bahkan kampanye itu disuarakan kelompok biksu dan petinggi agama mayoritas.

Sementara itu, di forum yang sama, dedengkot reformasi di Myanmar Aung San Suu Kyi mengaku sudah tak sanggup lagi memberikan solusi hukum terkait Muslim Rohingya. Tokoh kemanusian perempuan 'paling terpandang' di Benua Asia ini mengaku punya alasan.

Kata dia, solusi dan pengakuan terhadap Muslim Rohingya di negaranya hanya bisa lewat amandemen konstitusi. Dan amandemen tersebut rumit dilakukan dalam konstelasi politik di negaranya saat ini. ''Masalah ini tidak akan selesai dengan keberlakuan hukum yang berlaku sekarang,'' kata Penerima Nobel Perdamaian 1991 ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement