Rabu 18 Sep 2013 19:58 WIB

Sampah Elektronik Bisa Menjadi Bom Waktu

Red:
Sampah Elektronik
Sampah Elektronik

MELBOURNE -- Perlu adanya langkah segera untuk menghentikan bumi dari timbunan sampah elektronik. Jika tidak, sampah elektronik akan menjadi bom waktu.

Demikian dikemukakan Profesor Ming Wong, Direktur dari Institut Croucher untuk Pengetahuan Lingkungan di Hong Kong Baptist University. Hal ini ia sampaikan saat memberikan pidato di konferensi lingkungan CleanUp 2013 yang digelar di Melbourne, Australia. "Saya menyebutnya sebagai bom waktu bagi bumi kita," tegas Profesor Ming.

Ia juga menyatakan bahwa telah adanya peningkatan tumpukan sampah elektronik yang berasal dari telepon genggam bekas, komputer, dan perangkat elektronik lainnya.

Menurut Profesor Ming produksi sampah elektronik yang berbahaya sudah mencapai 50 juta ton setiap tahunnya. "Di negara seperti Australia, pembuangan sampah elektronik mencemarkan air dengan kandungan bahan kimia dan logam yang tinggi. Pencemaran ini membahayakan kesehatan karena bisa juga masuk ke serapan tanah," jelasnya.

Tidak hanya itu, Profesor Ming berpendapat bahwa sampah-sampah elektronik dari negara maju biasanya dikirim ke Asia atau Afrika untuk didaur ulang.

Alasannya, karena negara-negara ini memiliki buruh yang lebih murah dan peraturan soal lingkungan yang lebih longgar.

Sayangnya, proses pengolahan sampah di negara-negara Asia dan Afrika masih menggunakan cara-cara yang tradisional dengan mengambil sebagian material berharga, seperti emas, perak, dan perunggu.

Proses ini bisa berdampak buruk pada lingkungan karena mencemari air, udara, makanan, dan akhirnya membahayakan manusia.

Solusi

Salah satu solusi yang ditawarkan Profesor Ming adalah meminta para produsen elektronik untuk menciptakan produk yang lebih mudah untuk dibongkar, sehingga memungkinkan untuk didaur ulang dan material berharga bisa disimpan.

Pemerintah negara-negara maju pun diharapkan dapat mencegah ekspor sampah elektronik ke negara lain.

"Setiap negara harus bertanggung jawab dengan sampah elektroniknya," tegas Profesor Ming.

Sementara itu, Dr Mariann Llyod-Smith dari Jaringan Zat Berbaya Nasional di Australia mendukung kedua usualn ini.

Tetapi ia juga menyoroti perilaku konsumtif yang menjadi sumber masalah lainnya. "Kita tidak bisa terus-terusan menggunakan barang elektronik seperti sekarang. Ini tidak berkelanjutan," ujarnya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement