Rabu 25 Sep 2013 16:59 WIB

Makanan Rupanya Jadi Bahasa Universal untuk Rangkul Pencari Suaka

Red:
Sukarelawan membantu para pencari suaka
Sukarelawan membantu para pencari suaka

CANBERRA -- Bagi para pencari suaka dalam penahanan di tengah komunitas, Australia bisa terasa seperti negara yang aneh dan kadang tidak bersahabat.

Tapi sebuah kelompok pemukiman kembali menyambut pencari suaka melalui bahasa universal, yaitu makanan, dan sebuah program yang diberi nama Community Kitchen.

Program itu dikelola oleh kelompok nirlaba yang berbasis di Sydney, Settlement Services International, yang sudah menyediakan layanan bagi para pencari suaka dengan dana Pemerintah Federal.

Kelompok itu mengundang para juru masak dan kelompok-kelompok komunitas untuk menyumbangkan waktu mereka dan menyelenggarakan kursus memasak dan makan siang bersama setiap beberapa minggu sekali di Sydney barat laut.

Country Women's Association (CWA) cabang Sydney City menjadi tuan rumah sekelompok pencari suaka dari berbagai negara seperti Srilanka dan Iran pada sesi paling akhir.

Jurubicara CWA Annie Kiefer mengatakan, hidup dalam penahanan tentunya berat bagi para pencari suaka.

Kiefer mengatakan, menu hari itu shepherd's pie, tuna bake dan scone. "Mereka menunjukkan minat besar terhadap apa yang kami lakukan. Mereka sudah kenal tuna, mereka sudah kenal beberapa bahan, tapi tidak semuanya. Jadi ini suatu permulaan yang baik," jelasnya.

Direktur eksekutif Settlement Services International, Violet Roumeliotis, mengatakan, ini semua untuk membantu supaya para pencari suaka merasa sebagai bagian dari komunitas.

"Ini semua adalah rasa persaudaraan Australia, kesempatan untuk mempertemukan orang dari semua lapisan masyarakat dengan pencari suaka.Community Kitchen memberi kesempatan untuk membuat mereka merasa nyaman, bahwa mereka tidak sendirian dalam komunitas, dan bahwa mereka dapat bergaul dan membina persahabatan dan makan bersama dan bersenang-senang," tuturnya.

Vaani, 20, dari Srilanka, tidak ingin menyebutkan nama lengkapnya karena ia khawatir tentang keluarganya di Srilanka.

Berbicara melalui seorang penerjemah, ia mengatakan, ia merasa nyaman di Australia tapi takut dipulangkan. "Saya agak takut karena kalau permohonan visa ditolak, saya mungkin akan dikirim pulang, jadi ada rasa tidak aman," kata Vaani.

Roumeliotis mengatakan, para pencari suaka pada mulanya senang sekali keluar dari pusat detensi, tapi mereka merasa berat karena tidak diijinkan bekerja dan tidak ada kepastian tentang masa depan mereka.

Namun demikian, Mathi, 41, dari Srilanka, mengatakan, ia senang memasak bersama CWA, belajar tentang masakan yang berbeda. "Saya senang ada banyak orang disini, memasak bersama dan semua senang," katanya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement