Rabu 25 Sep 2013 23:02 WIB

Perang di Suriah, Pedagang Senjata Aleppo Diuntungkan

Seorang warga Suriah melintas di sebuah mobil yang hancur usai pertempuran antara oposisi dan militer Suriah di kawasan kamp pengungsian Palestina di Yarmuk, Suriah.
Foto: Abbas Kecam Serangan Suriah ke Kamp Pengungsi Palestina, Yarmouk
Seorang warga Suriah melintas di sebuah mobil yang hancur usai pertempuran antara oposisi dan militer Suriah di kawasan kamp pengungsian Palestina di Yarmuk, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Perang membuat kebanyakan warga Suriah jatuh miskin. Namun tidak demikian halnya dengan pedagang senjata di Aleppo seperti Abu Mohammad yang justru menangguk untung dengan menjual senjata api, termasuk granat dengan peluncur roket, amunisi bahkan pedang.

"Perang adalah bisnis yang bagus," kata pemilik satu-satunya toko senjata di kota di kawasan utara itu sambil mengatur beberapa granat tangan di konternya. "Saya ingin membantu pemberontak karena mereka tidak punya senjata ataupun amunisi," kata pedagang berusia 39 tahun itu kepada AFP seraya menambahkan bahwa ia sanggup meraup pendapatan fantastis hingga 50 ribu pondsterling Suriah (370 dolar AS) per hari.

Abu Mohammad membuka toko senjatanya di Fardos, kawasan yang dikuasai pemberontak tahun ini setelah mengalami cidera di kaki sehingga terpaksa berhenti berperang bersama tentara oposisi Free Syrian Army. Beberapa senjata dipajang di dinding toko, termasuk pistol 9 mm dan senapan serbu AK-47, salah satunya berlapis perak.

"Senjata-senjata itu buatan Irak dan Rusia, harganya berkisar antara 1.500 hingga 2.000 dolar bergantung kualitasnya," kata anak lelaki Abu Mohammad yang berusia 20 tahun, seorang pejuang pemberontak yang membantunya di toko.

"Kami juga menyediakan seragam militer, sepatu boot, masker gas, dan walkie-talkie. Sebagian besar barang-barang itu didatangkan dari Turki," imbuh dia. Sambil mengambil pistol 9 mm, Mohammad mengatakan ia senang membantu ayahnya di toko karena "Saya suka senjata." Ayah dan anak itu sibuk menjalankan bisnis keluarga tersebut melayani kliennya.

Menurut anggota kelompok oposisi itu, amunisi langka. Itu sebabnya barang itu tergolong yang paling mahal. "Ketika pemberontak berhasil menguasai markas tentara, mereka datang ke toko saya dan menukar senjata dengan amunisi." Dia juga membeli senjata dari warga yang membutuhkan uang.

Meski sebagian besar klien Abu Mohammad adalah pemberontak, beberapa warga sipil juga mendatangi tokonya.

"Saya hanya menjual senjata pemburu dan pistol 9 mm kepada warga sipil. Saya tidak pernah menjual senjata militer kepada mereka," katanya.

Lebih setahun setelah serangan oposisi ke Aleppo yang pernah menjadi ibukota komersial Suriah, kota tersebut terbagi menjadi dua wilayah yang masing-masing dikuasai oposisi dan tentara Suriah. Warga yang tidak keluar dari kota itu terpaksa menghadapi bukan hanya kemiskinan dan perang setiap hari, namun juga pencurian dan penjarahan oleh kelompok kriminal. Itulah sebabnya warga sering mempersenjatai dirinya sendiri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement