REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan waktu untuk menyelesaikan perdamaian di Timur Tengah hampir berakhir. Karena itu, ia mendesak kekuatan dunia untuk mengendalikan pembangunan pemukiman Israel.
Abbas mengatakan pembangunan ini merusak perundingan Palestina-Israel yang disponsori Amerika Serikat (AS). Dalam pidato di pertemuan tahunan pemimpin dunia, Majelis Umum PBB, Abbas untuk kali pertama berbicara dengan status negara Palestina.
November lalu, Majelis Umum PBB mengganti status Palestina menjadi negara non anggota dari pengamat. Langkah ini sejak awal ditentang Israel dan AS. Abbas menyatakan, dikutip dari Reuters, Jumat (27/9), Palestina berkomitmen untuk bernegosiasi dengan Israel.
Ia juga mendeskripsikan gambaran yang suram dan putus asa mengenai prospek perdamaian Palestina-Israel. Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry menggambarkan pembicaraan yang penuh harapan.
Ia mengatakan kedua pihak setuju untuk mengintensifkan perundingan dan meningkatkan peran AS. Sementara Abbas menjelaskan jendela perdamaian semakin mengecil dan peluang makin berkurang.
''Putaran negosiasi tampaknya menjadi kesempatan terakhir untuk mewujudkan perdamaian yang adil,'' ucap dia seperti dilansir dari Reuters.
Terkait status, Abbas meyakinkan Israel bahwa hal itu tidak dimaksudkan untuk mendelegitimasi Israel. Serta, ia berharap Israel pun bekerja sama untuk membangun hubungan baik dalam hubungan bertetangga.
Hanya saja, Abbas juga meminta Israel tak melakukan lagi pengamanan berlebihan. Israel selama ini melakukan pengamanan berlebihan karena khawatir serangan Hamas di Jalur Gaza.
Ia kembali memperingatkan Israel agar tak kembali membangun pemukiman Yahudi di tanah pendudukan yang diharapkan masuk wilayah Palestina. Karena hal ini akan merusak solusi dua negara, Israel-Palestina.
Untuk itu, ia meminta setiap negara untuk terus mengutuk dan berupaya menghentikan tindakan Israel. Karena kenyataan di lapangan menunjukkan Israel terus melakukan pembangunan di tanah Palestina.