Sabtu 05 Oct 2013 11:17 WIB

Soal Shutdown AS, Partai Republik Serang Balik Gedung Putih

Barack Obama
Foto: AP
Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Partai Republik marah dan menyerang balik Gedung Putih, Jumat (4/10), karena penghentian layanan pemerintah Amerika Serikat memasuki hari keempat, tapi tidak ada titik cerah untuk mengakhiri krisis.

Para anggota DPR AS memasuki akhir pekan, namun tampaknya Kongres belum bisa mengatasi kebuntuan bahkan rintangan fiskal jauh lebih menantang, di mana kebutuhan untuk menaikkan plafon utang AS atau bencana "credit default" dapat terjadi hampir 12 hari lagi.

"Ini bukan permainan menyebalkan," kata Ketua DPR John Boehner, petinggi Partai Republik di DPR AS, berusaha untuk menjaga moralnya, setelah sebuah laporan mengutip seorang pejabat yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa Gedung Putih memanfaatkan penutupan (shutdown), di mana ratusan ribu pegawai dirumahkan tanpa bayaran.

"Pagi ini, saya membaca Wall Street Journal dan jurnal tersebut mengatakan, 'Ya, kami tidak peduli berapa lama ini berlangsung, karena kami menang," kata Boehner dengan gaya teatrikal yang melambaikan salinan kertas. "Rakyat Amerika tidak ingin pemerintah mereka menutup dan tanpa terkecuali saya," tambahnya, seperti dilansir AFP.

"Yang kami inginkan adalah duduk dan berdiskusi, membuka kembali pemerintah dan membawa keadilan kepada rakyat Amerika di bawah 'Obamacare,' yaitu RUU Perlindungan Kesehatan yang digarap Presiden Barack Obama.

Gedung Putih berusaha menahan kekisruhan dari kutipan journal tersebut, yang didominasi perang argumen di media antara Obama dan kubu saingannya Republik di Capitol Hill. "Tak ada kemenangan ketika keluarga tidak memiliki kepastian mengenai apakah mereka akan mendapat bayaran atau tidak," kata Obama pada shutdown pertama dalam 17 tahun terakhir.

"Shutdown ini bisa berakhir hari ini," tambah Obama, menyerukan Boehner untuk memungut suara tentang anggaran dan membuka kembali pemerintahan. Tetapi anggota Republik yang pragmatis mengisyaratkan mereka akan memilih untuk tidak menyetujui anggaran belanja itu karena khawatir bahwa resolusi tersebut tidak dapat dicapai lagi.

"Saya pikir kapal sudah berlayar. Kami sudah terlalu dekat dengan utang selangit. Sepertinya satu-satunya hal yang akan berhasil adalah dialog," kata anggota Kongres, Michael Grimm.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement