Selasa 08 Oct 2013 11:17 WIB

Kepemimpinan Politik Kunci Sukses Negara Breakout Nations

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
EKONOMI CINA: Pertumbuhan ekonomi Cina
Foto: blacktokyo.com
EKONOMI CINA: Pertumbuhan ekonomi Cina

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA – Ahli Politik dan Ekonomi Global, Ruchir Sharma menegaskan kepemimpinan politik yang baru manjadi kunci munculnya negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi menakjubkan (breakout nations). Lebih dari 150 negara emerging markets, namun hanya 35 di antaranya yang berstatus negara maju, sisanya adalah negara-negara ekonomi baru.

“Ini sangat berhubungan dengan politik. Waktu terbaik untuk melakukan reformasi ekonomi hanya bisa dilakukan oleh pemimpin baru,” ujar Sharma dalam forum APEC di Nusa Dua, Bali, Selasa (8/10).

Aliran modal ke negara-negara emerging market, kata Sharma, mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir. Peningkatan modal di sektor energi mencapai 600 persen, sedangkan sektor lainnya 200 persen. Jadi ada hal mengemuka di sektor pertambangan energi yang bisa dimanfaatkan oleh pimpinan politik suatu negara.

Menurut Sharma, kondisi pemimpin politik dibanyak negara membawa pemerintahannya ke arah ekonomi populis dan mengarahkannya menjadi  salah, seperti negara-negara Amerika latin. Brasil selama satu dekade terakhir memang mengalami pemantapan ekonomi dibandingkan Amerika Serikat (AS) dan Cina, namun Sharma menilai Brasil kurang bagus membelanjakan ekonominya.

Pemangku kebijakan Cina berinvestasi besar untuk infrastruktur fisik, sedangkan Brasil menyalurkan belanja pemerintahannya tertinggi untuk masalah-masalah sosial, dan minim untuk infrastruktur.

Demi pertumbuhan yang baik, Cina mengambil risiko memperbanyak utang negaranya. Dekade lalu, Cina akan menarik utang satu dolar AS untuk menaikkan pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar satu dolar AS. Kondisinya saat ini, Cina harus menarik utang empat dolar AS untuk menaikkan PDB sebesar satu dolar AS. Dari perbandingan tersebut, Sharma menyimpulkan Brasil dan Cina tidak akan lagi menjadi pemain utama ekonomi dua dekade  ke depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement