Rabu 09 Oct 2013 04:19 WIB

PM Australia Diduga Salah Gunakan Biaya Perjalanan

Perdana Menteri Australia Tony Abbott
Foto: AP PHOTO
Perdana Menteri Australia Tony Abbott

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Australia, Tony Abbot, pada Selasa (8/10) diduga terlibat dalam skandal penyalahgunaan biaya perjalanan. Abbot diduga menggunakan uang negara untuk mengikuti lomba "ironman" (gabungan olahraga lari, balap sepeda, dan renang) serta acara lain pribadinya.

Persoalan tersebut terungkap ke umum saat Abbot berada di Indonesia untuk menghadiri pertemuan puncak Kerja sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC).

Pada pekan lalu, Abbot secara sukarela mengembalikan uang negara sebesar 1.600 dolar AS (sekitar Rp176 juta), yang sebelumnya ia gunakan untuk menghadiri pernikahan dua rekan semasa kuliah pada 2006. Abbot melakukan hal tersebut setelah dua orang dari partai koalisinya dikritik karena menggunakan ribuan dolar uang negara (yang berasal dari pajak masyarakat) untuk menghadiri pernikahan seorang penyiar radio.

Abbot juga dituduh munafik, karena ia sebelumnya menuduh mantan ketua parlemen Peter Slipper telah menyalahgunakan kupon taksi yang diberikan oleh negara untuk mengunjungi perkebunan anggur di Canberra.

Pada Selasa, media di Australia mengungkap Abbot menggunakan pajak rakyat sebesar Rp141 juta untuk membayar akomodasi dan biaya perjalanan selama mengikuti kompetisi "ironman" pada 2011. Dalam laporan itu, Abbot yang dikenal sebagai pria jantan, juga secara rutin mengeklaim tunjangan perjalanan untuk ambil bagian dalam acara tahunan Pollie Pedal (bersepeda sepanjang 1.000 kilometer).

Abbot kemudian merespon tuduhan itu dengan mengatakan bahwa "sangat bisa dibenarkan" bagi masyarakat untuk membiayai perjalanan pejabat negara berpartisipasi dalam acara olahraga dan amal. "Saya yakin bahwa semua klaim biaya perjalanan saya bisa dibenarkan," katanya, seperti dilansir Reuters.

Dikatakannya, "Hal yang baik dalam acara Pollie Pedal adalah saya dapat melihat kota-kota dan masyarakat secara langsung. Pengalaman ini jarang sekali didapatkan oleh politisi." Namun, dia di sisi lain mengakui jika "pejabat negara seharusnya berhati-hati dalam mengeklaim tunjangannya. Jika ada keraguan, maka pertimbangan yang harus didahulukan adalah kepentingan pembayar pajak."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement