REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Iran menolak permintaan barat untuk mengirim bahan nuklir sensitif ke luar negaranya. Namun, negara itu mengisyaratkan fleksibilitas dalam kegiatan energi atom lainnya yang membuat kekhawatiran negara barat.
Pembicaraan tentang program nuklir Iran akan dimulai di Jenewa, Selasa mendatang. Hal itu akan menjadi yang pertama sejak Presiden Iran Hassan Rouhani terpilih. Dia mencoba memperbaiki hubungan dengan barat untuk membuka jalan pencabutan sanksi ekonomi.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan, negaranya menolak mengirimkan bahan nuklir hingga konsentrasinya sampai 20 persen di dalam negeri. Namun, dia yang akan ikut pembicaraan di Swiss, tidak menekankan bagian lain tentang pengayaan uranium.
"Tentu kami akan menegosiasikan bentuk, jumlah, dan berbagai tingkat pengayaan uranium, tapi mengirimkan material ke luar negeri itu batas garis merah kami," ujarnya dilansir Nytimes, Ahad (13/10).
Dalam pertemuan selama dua tahun terakhir, negosiator Barat menuntut Iran menangguhkan pengayaan 20 persen, mengirimkan sejumlah persediaan uranium ke luar negeri dan mengubur tempat produksi di dalam sebuah gunung di selatan Teheran. Sebagai imbalannya, negara barat akan menawarkan pencabutan sanksi perdagangan emas, logam mulia, dan petrokimia.
Iran yang ingin pelonggaran penjualan minyak dan sanksi perbankan menolak tawaran itu dalam pertemuan di awal tahun ini. Mereka mengatakan akan mengayak uranium sampai 20 persen untuk bahan bakar reaktor dan riset medis di Teheran.