Rabu 16 Oct 2013 08:25 WIB

AS Desak Sudan Selidiki Kematian Petugas Perdamaian PBB

Pasukan 'United Nations-African Union Mission in Darfur' (UNAMID)
Foto: EPA/Stuart Price/Albany Associates
Pasukan 'United Nations-African Union Mission in Darfur' (UNAMID)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON  -- Amerika Serikat (AS), Selasa (15/10) menyerukan Sudan untuk menyelidiki pembunuhan tiga penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam serangan di wilayah Darfur barat yang bermasalah.

Tiga tentara Senegal meninggal, dan prajurit keempat terluka, ketika sebuah konvoi air yang mereka kawal diserang pada Minggu di jalan dari kota El Junaynah ke markas besar misi PBB di Darfur (UNAMID) di Darfur Barat.

"Serangan itu terjadi hanya dua hari setelah penjaga perdamaian Zambia secara brutal tewas di wilayah tetangga Darfur dan menjadikan 13 jumlah anggota pasukan penjaga perdamaian UNAMID tewas dalam tahun ini," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Jen Psaki.

"Amerika Serikat mengutuk keras tindakan yang melanggar hukum terhadap petugas UNAMID dan meminta pemerintah Sudan untuk segera menyelidiki serangan berbahaya ini dan menghukum para pelakunya", katanya menambahkan dalam sebuah pernyataan yang dilansir AFP dan dikutip Rabu (16/10).

Dia memperbarui kekhawatiran AS tentang memburuknya hak asasi manusia dan keamanan di Darfur, yang katanya telah menelantarkan sekitar 300.000 orang tahun ini - lebih dari jumlah yang telah melarikan diri dari wilayah tersebut selama dua tahun terakhir.

"Kami menyerukan kepada pemerintah Sudan dan semua kelompok pemberontak untuk terlibat tanpa prasyarat dalam proses politik yang efektif dan inklusif untuk mencapai resolusi damai untuk konflik," tambah Psaki.

Perang Darfur dimulai ketika kelompok-kelompok lokal meluncurkan pemberontakan pada tahun 1993 terhadap pemerintah Khartoum yang didominasi Arab. Pasukan pemerintah dituduh meluncurkan penindasan brutal yang menyebabkan tuduhan kejahatan perang dan genosida terhadap Presiden Omar al-Bashir dan pejabat-pejabat Sudan lainnya.

Ratusan orang tewas dalam gelombang pertempuran selama setahun terakhir, yang pemerintah dan sebagian para ahli salahkan pada persaingan antara suku-suku Arab yang bertindak di luar kontrol pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement