REPUBLIKA.CO.ID, PUERTO EL TRIUNFO -- El Salvador memiliki hukum antiaborsi yang dinilai paling ketat di dunia. Dampaknya, wanita yang menderita keguguran sering diduga melakukan aborsi dan dipenjara.
Laporan di BBC, Jumat (18/10) mengatakan Glenda Xiomara Cruz menderita pendarahan hebat pada 30 Oktober 2012. Wanita berusia 19 tahun yang berasal dari Puerto el Triunfo itu dilarikan ke rumah sakit terdekat dimana dokter mengatakan dia kehilangan bayinya.
Empat hari kemudian, dia dituduh membunuh janinnya yang berusia 38-42 minggu di pengadilan setempat. Rumah sakit melaporkan dia kepada polisi dengan dugaan aborsi. Setelah dua operasi darurat dan tiga pekan di rumah sakit, dia dipindahkan ke penjara wanita di San Salvador.
Bulan lalu, dia dihukum 10 tahun penjara karena hakim menilai dia seharusnya menyelamatkan bayinya. Pengacaranya, Dennis Munoz Estanley, mengatakan sistem hukum membangun asumsi bersalah sehingga membuat wanita sulit membuktikan mereka tidak bersalah.
El Salvador merupakan salah satu dari lima negara dengan larangan total terhadap aborsi bersama Nikaragua, Chile, Honduras, dan Republik Dominika.
Sejak 1998, hukum antiaborsi tanpa terkecuali harus dilaksanakan meski wanita itu diperkosa, atau janin mengancam kehidupan ibu.Lebih dari 200 wanita dilaporkan ke polisi antara 2000 dan 2011, dimana 26 orang didakwa untuk kasus pembunuhan dan 23 orang untuk aborsi.
Studi dari kelompok Dekriminalisasi Aborsi menekankan wanita tersebut berasal dari keluarga miskin, tidak menikah, dan tidak berpendidikan. Mereka biasanya dilaporkan oleh staf rumah sakit umum. Tidak ada satu pun kasus yang berasal dari sektor kesehatan swasta dimana ribuan aborsi diyakini dilakukan setiap tahun.