CANBERRA -- Pengamen di Australia mungkin berbeda dengan para pengamen di Indonesia. Mereka tidak bisa mengamen seenaknya tanpa melalui proses audisi dan mengantongi izin mengamen.
Reuben Stone telah mengamen di pusat kota Melborune selama lebih dari setahun.
Reuben yang berasal dari Selandia Baru setiap harinya harus mengangkut alat-alat musiknya untuk bisa menghibur para pejalan kaki.
Mulai dari gitar, kendang, sound mixer, lengkap dengan satu set sound system.
Mungkin akan terlihat berbeda dengan para pengamen di Indonesia, yang biasanya hanya membawa sebuah gitar, atau bahkan hanya dengan bermodalkan suara dan alat musik buatan.
Meski bertujuan sama untuk mencari uang, para musisi jalanan Australia bisa sepenuhnya menggantungkan hidup lewat mengamen.
Mengamen juga bisa menjadi ajang untuk melatih diri sebelum menjadi musisi yang sebenarnya, selain juga untuk mempromosikan diri.
Ada pula beberapa pengamen yang telah mengeluarkan album dalam bentuk CD yang bisa dijual publik.
"Menjadi pengamen adalah sumber pendapatan saya, selain juga manggung di beberapa acara. Mengamen adalah mata pencaharian utama," ujar Reuben yang mengaku telah menjual hampir seribu keping CD albumnya.
Untuk menjadi pengamen di Melbourne, Reuben harus melalui sejumlah proses. Mulai dari audisi hingga mengajukan surat izin mengamen.
"Audisi dilakukan dengan sangat profesional, saya diaudisi dengan orang lain yang juga sangat berbakat."
Reuben mengaku sangat senang menjalankan profesinya sebagai pengamen, terlebih saat ia bisa menghibur orang lain.
"Musik itu bisa membangkitkan gairah hidup, membuat orang senang. Saat mereka sedang mengalami kesusahan kemudian mendengar saya dan tersenyum, itu benar-benar membuat saya gembira," ujar Reuben kepada ABC Internasional.
Bagi Reuben, mengamen adalah sebuah lingkaran cinta yang bisa membuat semua orang senang lewat alunan nada.
Anda ingin melihat bagaimana aksi Reuben dan kisah hidupnya? Simak melalui video berikut ini.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
