REPUBLIKA.CO.ID, BENGHAZI -- Seorang kolonel Angkatan Udara Libya dibunuh di Benghazi, insiden terakhir dalam serangkaian serangan terhadap pasukan keamanan di kota tempat lahirnya revolusi 2011 itu.
"Kepala pengawas lalu lintas udara di pangkalan militer Benina, Kolonel Adel Khalil al-Tawahini, dibunuh pada Kamis (24/10) pagi," kata Kolonel Abdallah al-Zaidi, seorang juru bicara pasukan keamanan.
Zaidi mengatakan sejumlah orang bersenjata tak dikenal melepaskan tembakan ke arah Tawahini ketika ia meninggalkan rumahnya di kota wilayah timur itu. Penembakan mematikan itu merupakan yang terakhir dari serangkaian serangan terhadap pejabat keamanan Libya di Benghazi dalam beberapa waktu terakhir ini.
Pada 18 Oktober, kepala polisi militer Libya, Kolonel Mustapha al-Barghathi, tewas dalam serangan di kota itu. Barghati tewas akibat luka-luka tembakan di kepala dan dada di rumah sakit Al-Jala di kota kawasan Laut Tengah itu.
Pada 13 Oktober, seorang perwira Angkatan Udara Libya juga dibunuh dalam serangan serupa. "Penyerang-penyerang tak dikenal melepaskan tembakan ke arah Abdelfattah al-Ryani, seorang perwira angkatan udara, di daerah Al-Hadaek, Benghazi," kata Zaidi.
Perwira itu tewas setelah tertembak di kepala dan dada. Benghazi merupakan tempat lahirnya pemberontakan anti-pemerintah yang menggulingkan rezim Muamar Gaddafi.
Pemerintah baru Libya hingga kini masih berusaha mengatasi banyaknya individu bersenjata dan milisi yang memperoleh kekuatan selama konflik bersenjata yang menggulingkan Gaddafi.
Gaddafi (68 tahun), pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa dan bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak, diumumkan tewas oleh kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) pada 20 Oktober 2011.
NTC, yang memelopori pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Gaddafi, mendeklarasikan pembebasan Libya tiga hari setelah penangkapan dan pembunuhan orang kuat itu pada 20 Oktober.
Selama konflik, dewan itu mengatur permasalahan kawasan timur Libya yang dikuasai pemberontak dan melobi keras untuk pengakuan diplomatik dan perolehan dana untuk mempertahankan perjuangan berbulan-bulan dengan tujuan mendongkel kekuasaan Gaddafi.