REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Kenya menyatakan, Jumat (25/10), kamp-kamp pengungsi Somalia digunakan sebagai tempat persembunyian militan dan sudah saatnya ratusan ribu pengungsi kembali ke negara mereka.
Menteri Dalam Negeri Kenya, Joseph Ole Lenku, juga mengatakan, 15 petugas imigrasi dipecat dalam kaitan dengan pengetatan keamanan nasional yang terus dilakukan. Itu terjadi setelah serangan bulan lalu terhadap pusat perbelanjaan Westgate di Nairobi menewaskan sedikitnya 67 orang.
"Selama bertahun-tahun, Kenya menjadi tuan rumah komunitas pengungsi terbesar dunia, kami menampung hampir 600.000 pengungsi. Dengan tangan terbuka, kami menyambut baik para pengungsi yang menyelamatkan diri dari keadaan tidak aman di negara-negara tetangga," katanya kepada wartawan.
"Beberapa dari para pengungsi ini telah mengkhianati keramahan dan kebaikan kami dan melancarkan serangan-serangan teror dari kamp-kamp pengungsi yang aman. Ini tidak boleh dibiarkan terus berlangsung," tambah menteri itu, seperti dilansir AFP yang dikutip Sabtu (26/10).
Setelah serangan Westgate, sejumlah pejabat Kenya menuding kamp pengungsi Dadaab di Kenya timurlaut yang menampung lebih dari 400.000 pengungsi digunakan sebagai "tempat pelatihan" bagi militan Somalia.
Lenku tidak menegaskan mendukung seruan anggota-anggota parlemen Kenya agar kamp pengungsi itu segera ditutup namun mengatakan, keadaan di Somalia kini "relatif damai" dan karenanya pemerintah Kenya bekerja sama dengan pemerintah Somalia dan UNHCR untuk memastikan bahwa proses pemulangan pengungsi berlangsung lancar dan manusiawi.
Lenku juga mengatakan, pembersihan dilakukan di jajaran imigrasi dengan pemecatan 15 petugas yang mengeluarkan kartu identitas Kenya bagi imigran ilegal yang membahayakan keamanan nasional.
Al-Shabaab mengejutkan dunia dengan serangan di pusat perbelanjaan di Nairobi, yang dimulai Sabtu siang (21 September), ketika orang-orang bersenjata menyerbu ke dalam kompleks pertokoan itu dengan menembakkan granat dan senjata otomatis serta membuat pengunjung toko yang panik lari berhamburan untuk menyelamatkan diri.
Kelompok itu menyandera sejumlah orang dan terlibat dalam ketegangan dengan polisi dan pasukan hingga Selasa (24 September), ketika Presiden Kenya Uhuru Kenyatta mengumumkan bahwa bentrokan telah berakhir dan sedikitnya 67 orang tewas.