REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Badan Keamanan Nasional (NSA) AS kemungkinan telah menyadap telepon Konselir Jerman Angela Merkel selama lebih dari 10 tahun. Laporan tersebut dirilis oleh majalah Jerman Der Spiegel, Sabtu (26/10).
Der Spiegel juga mengutip perkataan sumber di kantor Merkel yang mengatakan Presiden AS Barack Obama telah meminta maaf kepada Merkel melalui sambungan telepon, Rabu pekan lalu.
Juru bicara Merkel dan Gedung Putih menolak mengomentari hal ini. Jerman berencana mengirimkan kepala intelijennya ke Washington beberapa hari mendatang untuk mencari tahu dugaan mata-mata ini.
Mantan anggota NSA Edward Snowden membocorkan sebuah dokumen yang menunjukkan catatan pencarian Internet dan rekaman telepon warga sipil dan pemimpin dunia. Dokumen itu telah memicu kemarahan global.
Jerman juga bekerja sama dengan Brazil mengerjakan rancangan resolusi Majelis Umum PBB untuk menjamin privasi warga dalam komunikasi elektronik. Diplomat PBB mengatakan hal itu untuk memperpanjang memperpanjang Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dalam aktivitas Internet. Namun, AS tidak termasuk di dalamnya.
Tidak kurang dari 1.000 demonstran berkumpul di depan Capitol AS. Mereka menuntut diakhirinya program mata-mata massal yang dilakukan AS. Presiden Obama telah memerintahkan peninjauan ulang terhadap program pengawasan setelah Snowden berhasil membocorkan rahasia NSA.
Pemimpin Jerman mengatakan kepercayaan antara negaranya dengan AS perlu dibangun kembali. Presiden Perancis Francois Hollande juga menunjukkan sikap kritis mengenai penyadapan telepon yang dilakukan AS.
Namun, bukan hanya pemimpin Eropa yang gerah dengan tindakan mata-mata AS ini. Snowden juga membuka dokumen rahasia yang menunjukkan sedikitnya AS telah menyadap 35 telepon seluler pemimpin dunia.
Presiden Brazil Dilma Rousseff membatalkan kunjungan kenegaraan ke Washington. Dia mengecam AS dalam pidatonya di PBB, September lalu. "Keselamatan warga suatu negara tidak harus dijamin oleh pelanggaran hak asasi manusia dan sipil yang fundamental terhadap warga negara lain," ujarnya.