REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sejumlah 188 negara, Selasa mengecam embargo lima dasa warsa Amerika Serikat terhadap Kuba, dalam satu keputusan sidang tahunan Majelis Umum PBB yang menandakan penentangan keras pada sanksi-sanksi AS itu.
Hanya Israel dan Amerika Serikat menentang resolusi itu.Tahun lalu kedua negara itu mendukung keputusan pemerintah AS itu.
Tiga negara pulau Pasifik yang biasanya memiliki hubungan dekat dengan Amerika Serikat-- Mikronesia, Kepulauan Marshals dan Palau, abstain.
China, Iran, yang memprakarsai satu usaha untuk mencairkan hubungan dengan pemerintah AS, Amerika Latin dan negara-negara Afrika semuanya dengan terang-terangan mengecam embargo Amerika Serikat itu.
"Kebijakan AS terhadap Kuba yang membuat Kuba menderita karena pengucilan internasional adalah tidak layak dan tidak punya landasan hukum," kata Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez Parilla.
Kendatipun AS telah mencabut larangan perjalanan terhadap para warga Kuba, Parilla mengatakan: "Sanksi-sanksi tetap penuh dan dilaksanakan seluruhnya."
Kuba kehilangan lebih dari 1,1 triliun dolar AS karena embargo itu, kata menlu yang mengemukakan dalam pertemuan membicarakan bagaimana blokade itu mencegah Kuba mendapatkan obat untuk sakit jantung dan anti-AIDs bagi anak-anak.
AS disalahkan bagi atas timbulnya masalah-masalah pulau itu, kata seorang diplomat AS Ronald Godard, dalam pidato pada pertemuan itu.
"Kebijakan sanksi-sanksi terhadap Kuba hanya salah satu alat-alat dalam usaha kami untuk mendesak penghormatan bagi hak-hak sipil dan asasi manusia" yang ditargetkan PBB, kata Godard.
Ia mengatakan dua miliar dolar uang dikirim oleh para warga Kuba ke negara mereka dari AS tahun 2012 dan AS adalah pemssok pangan luar negeri terbesar ke pulau itu.
Amerika Serikat mulai memberlakukan tindakan-tindakan setelah Fidel Castro berkuasa tahun 1959 dan menasionalisasi properti milik AS. Satu embargo resmi diberlakukan pada tahun 1962.
Para utusan dar seluruh dunia mengecam kebijakan AS itu.
Iran menghentikan satu gencatan senjata diplomatik dengan AS untuk mengecam embargo itu yang dikatakannya sebagai satu "praktek yang tercela."
Blokade itu "melecehkan hukum internasional," kata wakil duta besar Iran untuk PBB Hussein Dehghani.
"Seruan masyarakat internasional makin lama makin keras, menuntut pemerintah AS mengubah kebijakannya terhadap Kuba," kata wakil dubes negara itu untuk PBB Wang Min dalam pertemuan itu.
Dubes Bolivia untuk PBB Sacha Llorenty Soliz mengatakan embargo itu "menodai sejarah ummat manusia dan mengakhiri pidatonya dengan meneriakkan: "Bangkit Kuba-- saudara Kuba!"
Negara-negara Eropa kini menentang embargo itu karena undang-undang AS menghukum perusahaan-perusahaan asing yang melakukan perdagangan dengan Kuba.
AS tahun lalu mencabut larangan mengenai visa bagi para warga Kuba. Pemerintah Kuba juga memberikan kemudahan perjalanan bagi para warganya.
Para warga Kuba telah melakukan lebih dari 18.000 kunjungan ke luar negeri tahu ini, kata data resmi. Seksi kepentingan AS di Havana mengeluarkan 16,767 visa kepada warga Kuba pada pertengahan pertama tahun 2013, meningkat hampir 80 persen pada periode yang sama tahun 2012.
Esteban Morales, seorang intelektual Kuba dan pakar dalam hubungan dengan AS yakin peningkatan perjalanan itu dapat menjadikan satu celah yang dapat membantu "mengakhiri" embargo itu.
Mavis Anderson dari Kelompok Kerja Amerika Latin, satu kelompok non-pemerintah, mengatakan pemerintah AS harus melakukan langkah yang lebih tegas seperti mencabut Kuba dari daftar negara-negara yang mendukung terorisme jika negara itu ingin memiliki hubungan yang lebih baik.
"Masyarakat internasional yakin bahwa Kuba seharusnya tidak masuk dalam daftar itu," kata Anderson.