Apa jadinya kalau dunia punya parlemen dengan kewenangan membuat hukum yang tegas? Gagasan ini diujicoba dalam acara pertemuan Model Global Parliament di Sydney baru-baru ini.
Dunia sudah cukup akrab dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau PBB.
Badan Internasional ini seringkali turun tangan dalam pelbagai masalah dunia, mulai dari penanganan konflik hingga masalah kesehatan.
Tanggal 25 Oktober lalu, di Gedung Parlemen negara bagian New South Wales, tepatnya di kota Sydney, diadakan pertemuan Model Global Parliament (MGP).
MGP adalah forum bagi sejumlah mahasiswa untuk berdiskusi tentang masalah-masalah di dunia dan mengujicoba kemungkinan diadakannya parlemen global.
Sekilas, sistem MGP menyerupai PBB, namun ada beberapa perbedaan. Misalnya, tim-tim peserta tidak mewakili negara, melainkan mewakili kawasan, seperti Amerika Latin, Asia Tenggara dan Oseania, dan sebagainya.
Selain perwakilan kawasan, ada juga tim-tim yang mewakili organisasi-organisasi seperti Global Civil Society Organizations danWorld Parliament of Religions, atau Parlemen Agama-Agama Dunia.
Radio Australia mengobrol dengan Megan Sofyanra, mahasiswi University of New South Wales, yang berasal dari Indonesia, serta Natalee Kwee, mahasiswi University of Sydney keturunan Indonesia.
Megan adalah anggota steering committee MGP, yang bertugas mengorganisir kegiatan tersebut, sementara Natalee adalah anggota tim yang mewakili Eropa. Proposal atau motion yang ditawarkan oleh tim nya adalah agar adanya hukum Internasional dengan yuridiksi yang berfungsi baik dan mengikat.
Menurut Megan, sistem MGP cocok untuk mewakili masyarakat dunia yang saat ini makin mengglobal dan sulit dibatasi identitasnya oleh negara.
"Makin banyak orang-orang sekolah ke luar negeri, migrate, menikah dengan orang luar negeri. Kalau MGP, kita benar-benar jadi global society," jelasnya.
Silahkan dengar wawancara selengkapnya dengan menggunakan pemutar audio.