REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Rakyat Palestina tak ingin meneruskan perundingan perdamaian dengan Israel jika pemukiman Yahudi terus berkembang di Tepi Barat. Hal ini disampaikan pejabat senior Palestina, Selasa (5/11).
"Di pihak Israel tetap melanjutkan pemukimannya dan kami tak dapat meneruskan negosiasi di bawah gempuran perluasan pemukiman tersebut," kata pejabat itu, seperti dilaporkan AFP, Rabu (6/11). Dia menyampaikan demikian setelah perdebatan yang keras antara negosiator Israel dan Palestina.
Disebutkannya bahwa perundingan kedua belah pihak gagal pada sesi Selasa malam. Sementara, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), John Kerry, tiba di Yerussalem untuk mendorong terus proses perdamaian.
Kerry akan bertemu Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Rabu ini, di Yerusalem. Dia juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas di Kota Betlehem, Tepi Barat.
Dalam tiga bulan ini telah berlangsung hampir 20 kali pertemuan di kedua belah pihak. Pejabat Palestina dan media Israel berpendapat bahwa perundingan tersebut bisa saja berakhir dengan kegagalan, kecuali Kerry turun tangan untuk membawa keduanya ke jalur perdamaian.
Perundingan yang dihasilkan akhir July dapat terbentuk setelah tiga tahun tak ada perkembangan apa pun di keduanya. Namun, hasil itu belum berarti akibat belum tercapainya negosiasi atas masalah pemukiman.
Pada putaran terakhir diplomasi AS didapatkan bahwa rakyat Palestina sekali lagi murka atas meluasnya pembangunan pemukiman Israel. Mereka mengeluhkan lemahnya penerapan batas wilayah yang dilakukan Israel di sana.
Rakyat Palestina mendesak perbatasan tersebut didasarkan atas penetapan sebelum Perang Enam Hari tahun 1967, saat Israel mengepung Gaza dan Tepi Barat, termasuk wilayah Arab di timur Yerusalem. Namun, Netanyahu menolaknya dan menyebut batas yang ditetapkan itu sebagai batas yang tak dapat dipertahankan. Dikatakannya, batas itu tak diperhitungkan sebagai perubahan demografis di atas wilayah tersebut.