REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi berbasis hak anak dari Belanda Terre des Hommes Netherlands menyebutkan, ribuan anak menjadi korban kekerasan seksual melalui 'webcam' atau 'Webcam Child Sex Tourism' (WCST).
"Khusus di Asia Tenggara, anak-anak Filipina yang sering menjadi korban," ujar Penasihat Program Terre des Hommes Netherlands regional Asia Tenggara, Hanneke Oudkerk, di Jakarta, Kamis (7/11).
Ia menjelaskan, organisasi itu melakukan penelitian dengan sebuah karakter virtual anak perempuan Filipina berusia sepuluh tahun. Karakter virtual bernama Sweetie itu, dikendalikan para peneliti. Dalam waktu sepuluh pekan, lebih dari 20 ribu 'predator' dari seluruh dunia meminta Sweetie melakukan aksi seksual melalui webcam.
"Pada saat predator berinteraksi dengan gadis kecil virtual itu, para peneliti mengumpulkan identitas predator melalui media sosial untuk membuka samarannya," jelasnya.
Para predator meminta anak untuk melakukan aksi seksual, lanjut dia, hanya lima menit sejak percakapan di internet dimulai.
Kajian tambahan Terre des Hommes Netherlands menunjukkan, isu WCST itu tidak hanya mengenai kekerasan fisik saja, tetapi juga mengalami gejala 'post-traumatic stress'. "Mereka sering merasa malu dan bersalah dengan apa yang mereka lakukan dan menunjukkan masalah dengan sikap yang mengganggu seperti mengkosumsi alkohol atau narkoba," jelas dia.
Diperkirakan, jumlah anak yang menjadi korban akan terus meningkat seiring dengan murahnya akses internet. Bahkan menurut FBI dan PBB, 750 ribu predator anak terhubungan dengan internet. "Negara dengan tingkat kasus WCST yang paling tinggi adalah Amerika Serikat, Inggris, India, Kanada, dan Australia," terang Hanneke.
Dengan bukti itu, lanjut dia, Terre des Hommes Netherlands mendorong pemerintah untuk mengadopsi kebijakan investigasi yang proaktif melalui petisi tingkat dunia yang dimulai 4 November. "Meskipun WCST ini dilarang, namun hanya enam pelaku yang sudah dipidana."