Kamis 07 Nov 2013 18:09 WIB

Brasil Tuntut AS Meminta Maaf

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Djibril Muhammad
Badan Keamanan Nasional AS (NSA).
Foto: Cnet
Badan Keamanan Nasional AS (NSA).

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Brasil kembali melontarkan kata-kata yang memojokan Amerika Serikat (AS). Kali ini Presiden Brasil, Dilma Roussef meminta Amerika Serikat untuk meminta maaf.

Roussef ketika diwawancara grup media asal Brasil, RBS, mengatakan ia seharusnya melakukan kunjungan kenegaraan ke Washington, Oktober lalu. Namun ia membatalkan kedatangan dia setelah dokumen Badan Keamanan Nasional AS bocor ke ranah publik.

Berdasarkan dokumen yang dibocorkan Edward Snowden, NSA disebut menyadap pembicaraan Roussef dan kabinet. NSA juga meretas  jaringan komputer perusahaan minyak negara, Petrobras.

Tak hanya sampai situ, NSA juga mencegat email dan panggilan telepon warga Brasil dalam kurun waktu tertentu. Kalau saja Amerika Serikat meminta maaf, ujar dia, mungkin ia akan mengunjungi Washington ketika itu.

Atas dasar itu, ungkap dia hanya ada satu cara untuk memecahkan masalah ini. "Amerika Serikat harus meminta maaf dan meyakinkan kami untuk tak melakukan lagi," tutur dia, Kamis (7/11).

Tak ada cara lain, ungkap dia, untuk menyelesaikan masalah ini. Sebab, papar dia, penjelasan Pemerintah AS bahwa kegiatan NSA bertujuan untuk memerangi terorisme benar-benar tak masuk akal.

Apalagi bila mengingat baik Brasil, Jerman dan Perancis adalah negara-negara yang tak memiliki kaitan dengan terorisme. Untungnya, hubungan lama antara Brasil dan Amerika Serikat tak terganggu ulah intelijen NSA. "Tapi kita tetap tak bisa menerima seorang presiden dimata-matai," katanya.

Sementara itu, di Inggris, dikutip dari Al Jazeera, untuk pertama kalinya Kepala Intelijen Inggris akan bersaksi di depan publik. Ia akan bersaksi di depan parlemen terkait peran Inggris dalam kegiatan mata-mata AS.

Hal tersebut berdasarkan laporan dokumen yang dibocorkan Edward Snowden. Mereka akan mengungkapkan secara rinci kerjasama yang mereka lakukan dengan NSA. Tindakan yang membuat malu Perdana Menteri David Cameron dan membakar amarah anggota parlemen dari Partai berkuasa, Konservatif.

Konservatif bahkan mengatakan tindakan itu merugikan keamanan nasional.Direktur Komunikasi Elektronik GCHQ, Lembaga Keamanan Dalam Negeri, MI5 dan Kepala Intelijen Asing Inggris akan bersaksi di depan parlemen.

Seorang Jubir pemerintah, dikutip dari Reuters, umumnya bergerak di belakang layar. Namun saat ini mereka mau terbuka kepada masyarakat. "Ini adalah langkah baik menuju transparansi," ucap dia kepada Reuters, Kamis (7/11).

Pejabat, kemungkinan akan bertanya mengenai apakah program pengawasan lintas negara itu adalah pelanggaran privasi. Selain itu mereka juga ditanya mengenai dampak kebocoran dokumen NSA yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

Sedangkan terkait hal-hal operasional, mereka takkan ditanya mengenai hal itu. Begitu juga takkan diminta menguraikan fungsi program pengawasan. Kelompok kebebasan sipil, beberapa media dan anggota parlemen berpendapat pengungkapan ini menunjukan skala kerja dari GCHQ.

Sehingga sudah saatnya mereka untuk dibatasi. Hanya saja Perdana Menteri David Cameron menolak ide tersebut. Menurut dia pekerjaan intelijen harus dirahasikan demi melindungi keamanan nasional.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement