REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak naik pada Jumat (8/11) atau Sabtu (9/11) pagi waktu Indonesia, setelah laporan pertumbuhan pekerjaan Amerika Serikat lebih kuat dari perkiraan dan ketika para investor terus mengawasi pembicaraan untuk kesepakatan tentang program nuklir Iran.
Kontrak utama minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember di New York Mercantile Exchange, mengakhiri sesi di 94,60 dolar AS per barel, naik 40 sen dari penutupan Kamis.
Di perdagangan London, patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Desember, melonjak 1,66 dolar AS menjadi menetap di 105,12 dolar AS per barel.
Laporan pekerjaan Oktober dari Departemen Tenaga Kerja AS yang sangat diantisipasi menunjukkan ekonomi terbesar dunia itu secara mengejutkan menambahkan 204.000 pekerjaan, lebih dari dua kali lipat rata-rata estimasi analis, meskipun terjadi penutupan sebagian kegiatan pemerintah federal selama 16 hari.
"Laporan pekerjaan AS untuk Oktober lebih kuat dari yang diharapkan, memicu sebuah dukungan reli dalam S&P 500, namun penguatan dolar cenderung membatasi keuntungan dalam harga minyak," kata Tim Evans dari Citi Futures. Dolar yang lebih kuat membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih mahal untuk pembeli yang menggunakan mata uang lemah, cenderung mengurangi permintaan untuk minyak mentah.
Namun di balik angka pekerjaan Oktober yang kuat, menurut laporan AFP, rincian laporan menunjukkan titik-titik kelemahan, meninggalkan gambaran suram tentang kesehatan perekonomian. Data muncul sehari setelah pemerintah AS memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga pada tingkat tahunan sebesar 2,8 persen, kembali dengan angka judul kuat yang mengejutkan menutupi rincian yang mengkhawatirkan.
Sementara itu, para diplomat terkemuka mengadakan pembicaraan di Jenewa di tengah meningkatnya harapan untuk kesepakatan yang lama dicari tentang program nuklir produsen minyak Iran, yang AS dan sekutunya katakan untuk memproduksi senjata nuklir, sebuah klaim yang dibantah Teheran.
Perjanjian tersebut bisa melihat Teheran membekukan upaya nuklirnya dengan imbalan beberapa pembebasan sanksi yang telah membuat babak belur ekonominya. "Tadi pagi tampak seolah-olah kita mungkin akan melihat kesepakatan awal dengan Iran, yang menunjukkan kesepakatan yang lebih lengkap akan menjadi mungkin," kata Michael Lynch dari Strategic Energy and Economic Research. "Tampaknya kita belum ada di sana," katanya.