REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Para petugas kepolisian Arab Saudi pada Sabtu (9/11) bentrok dengan pekerja migran di sebuah distrik miskin ibu kota dan menyebabkan dua orang tewas. Peristiwa tersebut terjadi hampir satu pekan setelah kepolisian negara tersebut melakukan razia visa terhadap para pekerja asing.
Ribuan orang ditangkap dan satu pekerja migran terbunuh dalam razia tersebut. Pasukan keamanan menggunakan gas air mata dan tongkat untuk membubarkan kerumunan pekerja yang melempar bebatuan ke arah polisi dan mobil-mobilnya. "Satu orang yang tewas dalam bentrokan tersebut berkewarganegaraan Arab Saudi sementara seorang lainnya belum dapat diidentifikasi," kata pihak kepolisian dalam sebuah pernyataan tertulis pada Sabtu (9/11) malam.
Sebanyak 561 orang yang diduga terlibat dalam kerusuhan ditangkap dan 68 orang dinyatakan terluka. Sebagian besar pekerja migran yang terlibat dalam bentrokan tersebut diduga berasal dari benua Afrika.
Sebelumnya pemerintah Arab Saudi menyatakan tidak akan membiarkan para pekerja asing yang melanggar peraturan visa dengan bekerja di perusahaan yang tidak mensponsori kedatangan mereka ke negara produsen minyak terbesar di dunia tersebut. Tujuan dari razia visa tersebut adalah untuk menghentikan praktik jual beli pekerja murah yang ilegal, mengurangi jumlah pekerja asing dan memberi kesempatan pada warga lokal untuk bekerja di sektor rumah tangga.
Razia tersebut dilakukan setelah amnesti tujuh bulan yang diberikan pemerintah Arab Saudi bagi pekerja migran untuk memperbaharui status visa berakhir pada Senin (4/11) lalu. Dalam masa amnesti tersebut, para pekerja asing yang melanggar aturan visa juga diperbolehkan untuk meninggalkan Arab Saudi.
Pada Rabu (6/11) lalu, seorang warga Ethiopia terbunuh saat dia berusaha merebut pistol dari tangan polisi yang sedang melakukan razia, seperti dilaporkan surat kabar Arab News, Jumat (8/11). Sebagian besar dari mereka yang tertangkap diperkirakan akan dideportasi dan kembali ke negara asal.
Banyak para ekspatriat tersebut mengatakan mereka tidak dapat memanfaatkan amnesti karena rumitnya birokrasi di Arab Saudi dan adanya ketidak-sepahaman dengan perusahaan sponsor. Di sejumlah jalan pemukiman miskin Riyadh, para warga Arab Saudi banyak yang terlihat membawa pisau untuk melindungi harta mereka.