Rabu 13 Nov 2013 14:07 WIB

Soal Pencari Suaka, RI Diminta Waspadai Australia

Jenis perahu yang biasa digunakan para pencar suaka dan imigran gelap ke Australia
Foto: ABC News
Jenis perahu yang biasa digunakan para pencar suaka dan imigran gelap ke Australia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, meminta pemerintah dan publik Indonesia untuk mewaspadai manuver kebijakan pemerintah Australia dalam menangani pencari suaka.

"Dalam penanganan pencari suaka, pemerintahan (PM Tony) Abbott selalu ingin mengambil kebijakan yang bersifat unilateral, egosentris, dan berpotensi merendahkan Indonesia," kata Hikmahanto di Jakarta, Rabu (13/11).

Ia merujuk pada sikap PM Tony Abbot dan Menteri Perbatasan Scott Morrisson atas pernyataan Deputi Urusan Politik Wakil Presiden, Dewi Fortuna Anwar, bahwa Indonesia sedang berunding dengan Australia terkait pencari suaka.

Indonesia disebutkan menerima pencari suaka yang ditolong kapal Australia asalkan negara itu mau menerima dalam jumlah yang sama dengan mereka yang ada di rumah detensi Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. "Ide pertukaran pencari suaka yang diungkap oleh Dewi Fortuna Anwar sebenarnya merupakan solusi win-win. Namun sepertinya ini tidak akan diterima oleh pemerintah Australia," katanya.

Hikmahanto menyatakan, PM Abbot dan Morrisson seolah hendak menolak kabar tersebut dengan menyatakan tidak ingin berkomentar dan tidak akan melakukan apa pun pembicaraan atau perundingan melalui media.

Untuk diketahui, kata Hikmahanto, para pencari suaka yang menggunakan kapal-kapal sewaan dari nelayan Indonesia dalam perjalanan ke Australia akan sengaja membuat kapal menjadi rusak. "Saat rusak itulah kemudian dikirim signal SOS untuk meminta bantuan yang ditujukan kepada otoritas Australia. Para pencari suaka sengaja tidak mengontak otoritas Indonesia," katanya.

Ketika otoritas Australia datang dan mengevakuasi mereka, kata dia, pencari suaka sudah seharusnya mendapatkan haknya sebagai pencari suaka dan pengungsi berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951. "Hal ini karena meski posisi kapal Australia ada di perairan Indonesia namun karena para pencari suaka telah berada di kapal yang berbendera Australia maka berlaku hukum Australia bagi pencari suaka," katanya.

Australia adalah peserta Konvensi Pengungsi 1951, maka Konvensi tersebut wajib diberlakukan kepada para pencari suaka yang berada di kapal berbendera Australia. Indonesia, menurut dia, tidak seharusnya menerima kembali pencari suaka yang dibantu oleh Australia karena mereka memang bermaksud untuk ke Australia mencari suaka, bukan ke Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement