REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri AS. John Kerry mengaku memahami ‘keprihatinan mendalam’ Israel atas program nuklir Teheran. Tetapi, ia tidak setuju dengan pendekatan negara Zionis itu yang menginginkan sanksi terhadap Iran diperketat lagi.
"AS dan Israel memiliki tujuan yang sama dalam mengendalikan ancaman. Namun, keduanya berbeda dalam hal taktik," ujar Kerry dalam wawancara di sebuah stasiun televisi kabel AS, seperti dilansir World Bulletin, Kamis (14/11).
Pemerintahan Presiden Barack Obama sebelumnya telah menawarkan pembebasan sejumlah aset milik Iran yang dibekukan di luar negeri sebagai bagian dari negosiasi awal dalam perundingan nuklir Teheran. Namun dengan catatan, pembatasan ketat terhadap Iran tetap diberlakukan sampai negara itu mampu meyakinkan dunia, mereka tidak sedang berusaha merancang senjata nuklir.
Menanggapi hal tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuding AS terlalu bermurah hati terhadap Iran. Menurutnya, penawaran Washington bisa menjadi transaksi terburuk abad ini. Ia menginginkan adanya peningkatan sanksi untuk Teheran.
Kerry menuturkan, dalam pekan ini, ia sudah beberapa kali membicarakan soal perundingan nuklir Iran dengan Netanyahu melalui sambungan telepon. Ia pun mengatakan menghormati sepenuhnya sikap Israel. Namun, Menlu AS itu tidak sepakat bila sanksi terhadap Iran diperketat lagi.
AS dan lima negara besar lainnya (Inggris, Perancis, Rusia, Cina, dan Jerman) menjadwalkan perundingan lanjutan dengan Iran pada 20 November ini di Jenewa, Swiss. "Saya masih berharap, pembicaraan pekan depan bisa menghasilkan kemajuan," katanya.