Senin 18 Nov 2013 08:18 WIB

Dua Aktivis Walhi Kampanye di Australia

Red:
Hutan di Indonesia
Hutan di Indonesia

MELBOURNE -- Dua aktivis lingkungan dari Indonesia tengah berkampanye di beberapa kota di Australia untuk menggugah kesadaran publik tentang apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar Australia di Indonesia. 

Menurut para aktivis dari organisasi WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), kegiatan perusahaan-perusahaan besar seperti BHP Billiton Group, yang markasnya bertempat di Australia, dan Cokal, membahayakan lingkungan hidup Indonesia, terutama kawasan hutan hujan di Kalimantan.

Salah satu fokus kampanye mereka adalah rencana dibukanya beratus-ratus ribu hektar hutan di jantung Kalimantan untuk proyek tambang batubara besar-besaran, IndoMet.  "Kami di Melbourne setelah sebelumnya berkunjung ke Brisbane dan Sydney untuk berbicara di publik Australia untuk bersolidaritas terhadap upaya penyelamatan hutan di Kalimantan dan mengkritis perusahaan Australia yg berinvestasi di sana yang tentunya berdampak pada semua aspek di Kalimantan," jelas Arie Rompas, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah kepada ABC.

Arie Rompas datang bersama Pius Ginting, pengkampanye bidang energi WALHI. Kunjungan mereka bekerjasama dengan organisasi lingkungan hidup internasional Friends of the Earth, yang juga merupakan rekan WALHI.  Ini bukan pertama kalinya Arie mengunjungi Melbourne dalam rangka kampanye. Ia juga pernah berkunjung untuk mengkritisi program Kalimantan Forest and Climate Partnership (KFCP), yang merupakan program penyelamatan hutan Kalimantan melalui metode REDD (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi ).  "Kalau KFCP lebih ke pemerintah Australia. Intervensinya lebih jelas, proyek REDD di Kalimantan Tengah, Kali ini berbicara khusus utk investasi private BHP Billiton," jelas Arie.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement