SYDNEY -- Sebuah penelitian menunjukan sekitar 50 persen perempuan di Australia yang sedang hamil tetap mengkonsumsi alkohol karena tidak mengetahui kalau sedang mengandung dan 20 persen diantaranya tetap melanjutkan kebiasaan mengkonsumsi minuman keras.
Badan Penelitian Medis dan Kesehatan Nasional (NHMRC) Australia sebetulnya sudah mengubah petunjuk terkait kebiasaan minuman keras 2009 yang merekomendasikan agar perempuan hamil berhenti mengkonsumsi alkohol. Himbauan itu menyangkut kekhawatiran janin yang lahir berpotensi terkena gangguan spektrum alkohol.
Diketahui sekitar tiga ribu bayi di Australia terlahir dengan gangguan yang disebut FASD ini. Michael Thorn dari Yayasan Edukasi dan Penelitian Alkohol mengungkapkan pesan ini rupanya belum sepenuhnya disadari oleh perempuan. “Kami paham kalau banyak praktisi kesehatan tak mengetahui petunjuk dari NHMRC,” ujarnya.
Thorn menduga jumlah bayi yang yang terkena gangguan meningkat dari perubahan pola minum dikalangan perempuan usia subur. Anne Russell yang melahirkan kedua anaknya pada 1980an sempat diberi tahu kalau minum alkohol saat hamil tak berdampak apa apa.
Sekarang kedua anak lelakinya menderita dampak gangguan FASD. “Kalau saja saya tahu saat anak tertua saya masalahnya adalah alkohol, anak kedua saya bisa jadi tidak terkena,” tutur Russell.
Sementara profesor pediatri dan kesehatan anak Elizabeth Elliot dari Universitas Sydney mengatakan semestinya para dokter diajarkan tentang risiko alkohol selama awal kehamilan saat mereka dilatih.
“Jelas hal ini harus dimasukkan dalam kurikulum,” sarannya.
Pemerintah Federal di bawah Partai Buruh sebelumnya sudah menjanjikan alokasi dana AUD$ 20 juta atau sekitar Rp 200 milyar untuk penelitian FASD, tapi setelah pemerintahan berganti di bawah Tony Abbott, janji itu belum dilunasi.