Selasa 19 Nov 2013 18:45 WIB

'Komentar SBY di Twitter Tentang Australia Justru Perkeruh Suasana'

Rep: Ira Sasmita/ Red: A.Syalaby Ichsan
Bendera Australia dan Indonesia. Ilustrasi.
Foto: brecorder.com
Bendera Australia dan Indonesia. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pengamat Hubungan Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ganewati Wuryandari menilai reaksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap dugaan penyadapan oleh Australia di media sosial tidak akan menyelesaikan persoalan.

Justru komentar tidak resmi itu berpotensi memperkeruh suasana. "Sikap SBY mengenai penyadapan dikomentari melalui twitter itu kan bukan sikap resmi dari pemerintah. Reaksi beliau menjadikan persoalan tidak selesai tapi menjadi semakin memperkeruh," kata Ganewati saat dihubungi, Selasa (19/11).

Pernyataan SBY itu dinilai Ganewati hanya sebagai jawaban dari kekhawatiran banyak pihak di dalam negeri. Sikap yang ditunjukkan SBY pun sejauh ini dipandang cenderung pragmatis dan lembek.

Padahal, sebelumnya pemerintah Indonesia pernah menunjukkan reaksi cukup keras terkait beberapa hal. Misalnya pengajuan duta besar Indonesia di Australia yang pernah ditentang pemerintah setempat. Namun setelah itu, Indonesia juga memberikan sikap yang sama terhadap duta besar Australia yang akan ditempatkan di Indonesia.

Proses diplomatik, lanjut Ganewati, memang telah dilakukan pemerintah Indonesia melalui pemanggilan Dubes Australia. Nota protes yang disampaikan kepada pemerintah Australia juga dinilai sebagai sikap yang tepat.

 SBY disarankan juga mengambil langkah formal. Misalnya sjaa melalui dialog dengan pimpinan negara Australia.Untuk mengetahui lebih lanjut, sejauh mana penyadapan tersebut mengganggu hubungan kedua negara. Lalu, bagaimana strategi yang tepat untuk melakukan normalisasi hubungan bilateral kedua negara.

"Sikap keras itu perlu, ini melanggar etika dalam hubungan diplomasi. Tidak ada negara manapun yang mau disadap," ujarnya.

Meski begitu, Ganewati mengingatkan pemerintah Indonesia tidak gegabah dalam mengeluarkan pernyataan. Apa lagi pernyataan yang sifatnya provokatif. Seperti ancaman pemutusan hubungan diplomatik. Karena untuk mengambil kebijakan tersebut diperlukan peninjauan lebih dalam.

"Masyarakat memang perlu diberikan informasi, tapi bukan pernyataan yang bernada provokatif. Karena itu akan memperuncing situasi," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement