Rabu 20 Nov 2013 23:01 WIB

SBY Masih Kecewa atas Pernyataan Abbott

Red:
Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo Bambang Yudhoyono

JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak menerima pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott saat sesi parlemen hari Selasa (19/11), mengenai skandal tentang spionase yang saat ini membuat tegang hubungan kedua negara.

Indonesia sebelumnya meminta agar Australia memberi penjelasan seputar pemberitaan bahwa Australia menggunakan kantor kedutaan besar di Jakarta untuk kegiatan mata-mata, dan pemberitaan tentang penyadapan telepon SBY, Ibu Ani Yudhoyono, dan beberapa pejabat penting Indonesia lainnya.

Namun, Abbott menyatakan di parlemen bahwa "Australia seharusnya tidak dituntut meminta maaf atau memberi penjelasan tentang operasi intelijen, ataupun "langkah-langkah yang kita ambil untuk melindungi negara."

"Yang penting, dalam kasus Australia, kita menggunakan seluruh sumber daya kita, termasuk informasi, untuk membantu teman-teman dan sekutu kita, bukan untuk menyakiti mereka," ucap Abbott. 

SBY menyesalkan respon Abbott tersebut, dan masih menunggu penjelasan resmi. Sementara itu, Indonesia meninjau kembali hubungannya dengan Australia. 

ABC mendapat informasi bahwa Selasa malam, SBY memanggil setidaknya tiga menteri yang merupakan figur penting untuk kepentingan-kepentingan Australia.

Mereka adalah Menteri Pertanian, yang memiliki kewenangan atas impor daging. Menteri Koordinator Polhukam yang bertanggung jawab mengenai kerjasama kedua negara perihal pencari suaka. Dan Menteri Luar Negeri. 

Juru bicara Presiden SBY, Teuku Faizasyah menyatakan banyak persetujuan Indonesia-Australia saat ini berada dalam posisi beresiko. 

Indonesia menginginkan penjelasan, dan bukan pidato yang diarahkan pada politik domestik Australia, jelasnya, dan lebih cepat penejelasan itu dibuat, lebih baik. 

Sementara itu, sejumlah warga Jakarta mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap tindakan penyadapan yang dilakukan Australia. Ada yang berkomentar bahwa kasus ini membuka luka lama mengenai kasus Timor Leste, ada juga yang merasa terancam karena Australia dianggap memiliki teknologi yang lebih canggih untuk menyadap. 

Mantan duta besar Australia untuk Cina, Ross Garnaut kepada ABC mengatakan, Australia memiliki resiko menjadi terisolasi di Asia bila tidak bisa memperbaiki hubungan dengan Indonesia. Menurutnya, pemerintah Australia harus mengikuti langkah Amerika dan meminta maaf saat mengalami situasi yang serupa. 

Namun, John McCarthy, bekas duta besar untuk Indonesia antara 1997 hingga 2001, setuju bahwa Abbott seharusnya memang tidak meminta maaf, karena Australia memiliki kebijakan tidak mengkonfirmasi atau membantah laporan mengenai spionase. 

Namun, Abbott tetap harus proaktif karena situasi ini merusak kepentingan politis Australia.

"Harus bertindak, menghubungi Presiden Indonesia, dan berkata 'Ini tidak akan terjadi lagi di masa depan,'" jelasnya kepada ABC. "Jangan minta maaf. Ada cara-cara lain untuk minta maaf, tidak harus mengatakan 'saya sangat menyesal'."

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement