REPUBLIKA.CO.ID, KOTA GAZA -- Badan Pekerjaan dan Bantuan PBB (UNRWA) mengadakan pembicaraan tak resmi mengenai cara mengatasi krisis listrik yang terjadi di Jalur Gaza sejak 1 November, kata seorang pejabat UNRWA pada Selasa (19/11).
Adnan Abu Hasna, penasehat media UNRWA di Jalur Gaza, mengatakan organisasi bantuan internasional tersebut secara tak resmi telah menerima permintaan bantuan untuk menyelesaikan kekurangan listrik yang merongrong daerah pantai Palestina yang dikuasai oleh HAMAS itu.
Campur tangan yang tak pernah terjadi oleh UNRWA itu dilakukan di tengah meningkatnya pertikaian antara Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA), yang memerintah Tepi Barat Sungai Jordan, dengan HAMAS mengenai. Pertikaian itu terkait pengiriman bahan bakar buat satu-satu pembangkit listrik di Jalur Gaza.
Pembangkit listrik tersebut berhenti memproduksi listrik pada awal November, setelah kedua pemerintah Palestina yang bertikai memperdebatkan jumlah pajak yang akan dikenakan pada pengirim bahan bakar ke Jalur Gaza oleh PNA.
Pembangkit listrik di Jalur Gaza itu menyediakan 40 persen listrik yang diperlukan di daerah kantung tersebut, sementara Israel dan Mesir menyediakan sisa 60 persen lagi. "UNRWA menanggapi permintaan itu dengan mengatakan jika organisasi tersebut bisa membantu mengakhiri krisis, UNRWA tentu saja akan melakukannya," kata Abu Hasna, seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (20/11).
UNRWA menyelenggarakan pertemuan dengan bermacam lembaga regional dan internasional guna menyelesaikan masalah tersebut. Namun, ia menegaskan UNRWA tidak biasa mencampuri ikut campur dalam menyelesaikan krisis dalam negeri. Ditambahkannya, hubungan antara UNRWA dan HAMAS hanya dilandasi atas masalah teknis dan kemanusiaan.
UNRWA diminta oleh perusahaan energi yang dioperasikan HAMAS di Jalur Gaza untuk menjadi penengah antara kedua pihak.