Rabu 20 Nov 2013 16:58 WIB

Komnas HAM Dukung Sikap Tegas Pemerintah Panggil Pulang Duta Besar

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Djibril Muhammad
Dubes Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema.
Foto: AP
Dubes Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa memanggil pulang Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema.

Pemanggilan pulang dubes di Canberra itu tidak terlepas dari kabar adanya penyadapan yang dilakukan Australia.

Komisioner Komisini Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Maneger Nasution menilai tindakan penyadapan tidak mencerminkan semangat hubungan persahabatan antara kedua negara.

Itu juga, menurut dia, tidak sejalan dengan semangat konvensi Wina. Oleh sebab itu, ia memberikan dukungan atas langkah pemerintah Indonesia.

"Untuk sikap tegas yang memulangkan dubes RI di Australia," katanya, dalam keterangannya, Rabu (20/11).

Menurut Manager, langkah itu menjadi salah satu cara untuk menegakkan kedaulatan bangsa terkait dengan adanya dugaan penyadapan.

Bahkan, ia menilai, pemerintah Indonesia juga harus melakukan langkah serupa terhadap duta besar yang ada di Amerika Serikat (AS).

Seba Negeri Paman Sam itu juga dikabarkan melakukan penyadapan terhadap Indonesia. "Berani bertindak tegas dengan 'memulangkan' duta besar, tidak hanya di Australia, tapi juga di Amerika," katanya.

Pemerintah Indonesia melakukan protes keras atas dugaan penyadapan ini. Apalagi kabar terakhir menyebut intelijen Australia melakukan penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan beberapa jajarannya beberapa tahun lalu.

Manager mengatakan, apabila Australia benar telah melakukan penyadapan, pun dengan Amerika, itu telah mencederai semangat persahabatan. "Bahwa Amerika dan Australia tidak lulus uji ketulusan bersahabat dengan Indonesia," ujarnya.

Presiden SBY melalui akun jejaring sosial, twitter, Selasa (19/11) menyatakan sikap pemerintah Indonesia atas kabar adanya penyadapan.

Presiden menilai, tindakan AS dan Australia sangat mencederai kemitraan strategis sesama negara demokrasi. Mengenai kabar penyadapan ini, Perdana Menteri Australia (PM) Tony Abbott merasa tidak perlu meminta maaf.

Tony pun tidak memberikan klarifikasi yang jelas mengenai kabar tersebut. Presiden SBY menyesalkan pernyataan itu. "Saya juga menyayangkan pernyataan PM Australia yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia, tanpa rasa bersalah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement