Kamis 21 Nov 2013 19:34 WIB

Australia, AS Akan Rundingkan Penempatan Pasukan

Army (ilustrasi)
Foto: onesixthwarriors.com
Army (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Australia dan Amerika Serikat akan meluncurkan perundingan pada bulan depan soal kesepakatan mengikat untuk mengatur penempatan pasukan AS di Darwin utara, kata Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel pada Rabu.

Hagel mengatakan hal itu setelah pertemuan dwipihak dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan mitra mereka dari Australia, Menteri Pertahanan David Johnson dan Menteri Luar Negeri Julie Bishop.

Rencana untuk menempatkan lebih dari 2.500 tentara Marinir AS pada tahun 2016-2017 ke kota utara, Darwin, pertama kali diungkapkan dua tahun lalu oleh Presiden AS Barack Obama.

Hagel mengatakan prakarsa itu "masih berada di jalurnya."

"Dua kompi Marinir sudah dirotasi di Darwin," katanya dalam jumpa pers di Departemen Luar Negeri.

Ia menambahkan bahwa, pada tahun depan, jumlah pasukan itu akan diperbesar menjadi 1.100 Marinir dan akan terus ditambah.

"Penggelaran secara rotasi yang masih berjalan di Australia ini penting untuk membuat keberadaan (pasukan AS) di Asia-Pasifik lebih tersebar secara geografis, memiliki ketahanan lebih kuat secara operasional dan berkelanjutan secara politis," kata Hagel.

Hal itu ia tekankan setelah kedua negara menandatangani sebuah pernyataan menyangkut prinsip-prinsip tujuan bersama soal pertahanan dan keamanan kawasan.

"Perundingan akan dimulai bulan depan menyangkut kesepakatan mengikat yang akan mengatur prakarsa ini dan kerja sama pertahanan lebih lanjut."

Johnson mengatakan hubungan dengan Amerika Serikat merupakan "persekutuan strategis paling penting bagi Australia". Ia menyambut baik pertemuan yang telah berlangsung secara "sangat efektif" dan "produktif" itu.

Pertemuan bagi perundingan itu dimulai dengan acara kunjungan ke taman makam pahlawan Arlington National Cemetery.

Di taman itu, para menteri meletakkan bunga bagi para tentara yang tewas dalam konflik-konflik di masa lalu --peringatan perang yang suram di mana kedua negara bertempur secara berdampingan.

Namun, perundingan itu juga dilakukan di tengah munculnya masalah dengan Indonesia terkait laporan bahwa misi-misi AS dan Australia di Jakarta telah digunakan sebagai tempat untuk melakukan penyadapan terhadap Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan menghentikan kerja sama Indonesia dengan Australia di bidang yang sensitif, yaitu penanganan masalah penyelundupan manusia.

Presiden Yudhoyono mengecam Australia dengan menyebut Canberra menunjukkan perilaku "Perang Dingin".

Sikap Presiden SBY itu merupakan luapan kemarahan terbaru yang ditunjukkan Indonesia terkait laporan-laporan yang didasarkan atas bocoran dokumen dari bekas pegawai badan intelijen yang kini jadi buruan AS, Edward Snowden.

Dokumen Snowden menunjukkan bahwa mata-mata Australia berupaya menyadap percapakan telepon Presiden SBY, Ibu Negara serta menteri-menteri Indonesia pada 2009.

Baik Kerry maupun Bishop menolak menjawab pertanyaan menyangkut masalah itu dalam jumpa pers. Kerry mengatakan, "kami tidak membahas prosedur intelijen secara terbuka pada titik ini."

Hagel juga mengungkapkan bahwa ia sebelumnya telah menandatangani kesepakatan dengan Johnson tentang rencana memindahkan "teleskop pengamat ruang angkasa canggih yang unik ke Australia sebelah barat."

"Teleskop ini dapat mendeteksi dengan sangat akurat, melacak dan mengidenfitikasi objek-objek luar angkasa yang mendalam, serta lebih lanjut akan mempererat kerja sama bidang luar angkasa kita yang ada sekarang," kata Hagel.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement