REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah sementara Mesir, Kamis (21/11), memutuskan untuk memperkenankan polisi memasuki kampus universitas tanpa harus izin lebih dulu jika fakultas atau mahasiswa terancam, demikian berita di jejaring harian resmi Al-Ahram.
Peraturan sebelumnya mengharuskan polisi memperoleh izin dari rektor universitas atau pihak kehakiman sebelum mereka memasuki kampus. Keputusan tersebut diambil di tengah meningkatnya bentrokan di universitas di seluruh Mesir.
Seorang mahasiswa tewas pada Rabu di asrama universitas Al-Azhar di Ibu Kota Mesir, Kairo, selama bentrokan antara pendukung dan penentang Ikhwanul Muslimin. Sejak awal tahun ajaran baru di universitas, pendukung Ikhwanul Muslimin telah menggelar demonstrasi di kampus universitas guna memprotes penggulingan presiden Mohammad Mursi.
Meskipun keberadaan mereka di jalanan Mesir mulai berkurang, menurut laporan Xinhua yang dikutip Jumat (22/11), protes oleh pendukung Ikhwanul Muslimin di kampus universitas masih kuat dan dalam banyak kasus berubah jadi kerusuhan.
Satu pengadilan di Kairo telah menjatuhkan hukuman penjara atas 38 mahasiswa dari Universitas Al-Azhar karena mereka dinyatakan bersalah memicu kerusuhan. Pekan sebelumnya, 12 pendukung Ikhwanul Muslimin dari kalangan mahasiswa dijatuhi hukuman sampai 12 tahun penjara karena menyerang markas Al-Azhar pada Oktober.
Pada Oktober 2010, satu pengadilan Mesir mengukuhkan putusan untuk menarik polisi dari kampus universitas dan pada Maret 2011, penjaga keamanan administratif dipekerjakan. Pada Kamis (21/11), pemerintah menyatakan akan meningkatkan kehadiran polisi dan militer guna memerangi aksi teror, dan mempelajari semua pengampunan buat terpidana serta pemberian kewarganegaraan yang dikeluarkan oleh mantan presiden.