REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS), John Kerry, terbang ke Jenewa untuk bergabung dalam perundingan soal program nuklir Iran.
Kemenlu AS menyampaikan, Jumat (22/11) yang dilaporkan AP, Sabtu (23/11) pagi, bahwa kedatangan Menlu Kerry bisa memberikan harapan ada kesepakatan untuk mengekang program nuklir Iran itu.
Juru Bicara Kemenlu AS, Jen Psaki, mengatakan Kerry diperkirakan tiba, Sabtu, dan bergabung dengan Menlu Rusia, Sergey Lavrov. Mereka akan mengandalkan perundingan yang bertujuan untuk mengendalikan program nuklir Iran itu supaya mengurangi sanksi AS dan dunia internasional.
Juru runding telah bekerja sejak Rabu untuk mendapatkan bahasa yang bisa diterima Iran dan keenam rekan juru rundingnya yang berasal dari AS, Rusia, Cina, Prancis, Inggris, dan Jerman. Seiring perundingan berjalan, seorang diplomat mengatakan ada sejumlah kemajuan tercapai atas masalah kunci, yaitu klaim Iran untuk hak memproduksi bahan nuklir.
Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif, dan diplomat Uni Eropa, Catherine Ashton, bertemu beberapa kali sejak Rabu untuk mencari solusinya. Tahap perundingan terakhir antara Iran dan keenam negara itu berakhir 10 November, tanpa hasil.
Zarif dan Ashton bertemu kemarin untuk membahas sesuatu yang digambarkan oleh Kantor Berita Iran, IRNA, sebagai perundingan yang rumit dan keras. IRNA mengutip Deputi Menlu, Abbas Araghchi, di Jenewa yang mengatakan bahwa hak Iran untuk pengayaan uranium harus masuk ke dalam bagian kesepakatan apa pun.
Iran menegaskan, pengayaan uranium itu untuk bahan baku reaktor, penggunaan medis, dan penelitian. Tapi, teknologinya bisa juga untuk menghasilkan materi hulu ledak nuklir. Zarif mengindikasikan kesiapannya untuk menandatangani kesepakatan yang tidak menegaskan hak Iran untuk pengayaan. Sikap ini meningkatkan harapan bahwa kesepakatan bisa saja tercapai di putaran Jenewa.
Namun, sebelumnya, Pemimpin Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan negaranya tak akan berkompromi. Iran telah menegaskan bahwa keenam kekuatan itu harus mengetahui hak Iran di bawah kesepakatan Nuklir untuk kepentingan lain, bukan seperti tudingan yang diarahkan Israel dan Kongres AS.