REPUBLIKA.CO.ID,
Warga Gaza masih mengalami kelangkaan bahan bakar.
JAKARTA — Pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza hampir selesai. “Insya Allah, awal tahun depan bangunannya sudah selesai. Tinggal alat-alat kesehatannya,” kata Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis, Kamis (21/11).
Saat ini, prosesnya memang masih penyelesaian pembangunan fisik. Ia mengatakan, MER-C terus menggalang dana untuk melengkapi rumah sakit itu dengan peralatan medis.
Menurut Joserizal, sempat muncul kekhawatiran ketika pada Selasa malam, pesawat tempur Israel melakukan serangan ke Gaza. Ia bersyukur, serangan ini tak mengganggu pembangunan rumah sakit tersebut. Beruntung, serangan tak berlanjut.
Berdasarkan laporan dari tim MER-C di Gaza, serangan udara tersebut mengarah ke daerah Gaza di bagian selatan. “Tidak terlalu dekat dengan area pembangunan rumah sakit di Bayt Lahiyah,” kata Joserizal menegaskan.
Tim, kata Joserizal, tetap melakukan pekerjaannya. Namun, demi keamanan dan keselamatan jiwa tim relawan di sana, ia meminta semua anggota tim menjalankan tugasnya dengan hati-hati. Mereka mesti tetap waspada.
“Sebaiknya, mereka tidak keluar area pembangunan rumah sakit,” kata dia. Ia gembira karena lokasi serangan tak terlalu dekat dengan lokasi pembangunan RSI di Gaza. Pada Februari, serangan Israel pernah menghancurkan rumah sakit yang sedang dibangun MER-C.
Waktu itu, bom benar-benar masuk ke lokasi pembangunan. Tapi, alhamdulillah, serangan yang sekarang tidak,” kata Joserizal. Relawan MER-C di Gaza, Edy Abu Fikri, merupakan orang pertama yang mengabarkan mengenai serangan itu.
Ia menyampaikan informasi tersebut pada Rabu (20/11) pukul 10.57 waktu setempat. Menurut dia, Israel melakukan serangan udara. Tak hanya dengan pesawat tempur F-16. Serangan juga mereka lakukan dengan menggunakan drone atau pesawat nirawak serta Apache.
“Mereka menggempur wilayah Gaza dari utara hingga selatan sejak terbenamnya matahari Selasa malam,” kata Edy. Beruntung, gempuran melalui udara tak menyasar target kunci. Karena itu, para relawan kemanusiaan di Gaza diminta meningkatkan kehati-hatian.
Sejumlah lembaga kemanusiaan seperti MER-C dan sejumlah lembaga lainnya mengirimkan relawan ke Gaza. Ada kekhawatiran saat Israel mengerahkan pesawat tempur akan menargetkan sasaran di mana para relawan berada.
Hingga kini, kondisi di Gaza juga belum sepenuhnya pulih. Blokade masih membuat hidup warga di sana menanggung beban. Tak hanya soal ekonomi, juga fasilitas publik. Salah satunya, penampung dan pemroses kotoran kini berhenti berfungsi.
Penyebabnya, tak ada bahan bakar mencukupi untuk mengoperasikan fasilitas itu. Penutupan terowongan yang biasa digunakan menyelundupkan bahan bakar kini ditutup Mesir. Pembangkit listrik pun berhenti beroperasi.
Dampaknya, selama 12 jam sehari warga Gaza yang berjumlah sekitar 1,8 juta jiwa mengalami mati listrik. “Ini awal dari bencana, kecuali dunia benar-benar mendengar bencana menghantam Gaza dan rakyatnya,” kata warga Gaza, Sa’ad El-Deen Al-Tbash. Menurut dia, yang terjadi di Gaza merupakan isu kemanusiaan, bukan politik.