REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Pertempuran antara militer Republik Demokratis Kongo (DRC) dan pemberontak M23 menewaskan lebih dari 900 orang di wilayah timur yang bergolak, sebelum kelompok gerilya itu dikalahkan. Demikian kata seorang pejabat militer senior kepada AFP pada Senin.
"Antara 20 Mei dan 5 November, 201 personel militer tewas dan 680 cedera. Di pihak pemberontak, 721 orang tewas dan 543 ditangkap, termasuk 72 orang Rwanda dan 28 Uganda," kata Jendral Jean-Lucien Bahuma, komandan senior di daerah North Kivu tempat pertempuran berlangsung.
Tiga prajurit penjaga perdamaian juga tewas. Pemberontak M23, salah satu dari sejumlah kelompok bersenjata yang beroperasi di wilayah timur DRC yang kaya mineral namun penduduknya miskin, dikalahkan oleh militer nasional yang didukung oleh pasukan intervensi khusus PBB berkekuatan 3.000 orang.
PBB menuduh Uganda dan Rwanda mendukung M23. Namun, kedua negara tersebut membantahnya.
Harapan tercapainya perjanjian politik untuk mengakhiri pemberontakan terakhir yang mematikan di DRC timur itu berantakan pada 12 November ketika pemerintah dan M23 gagal menandatangani sebuah kesepakatan perdamaian.
M23 didirikan oleh mantan pemberontak Tutsi yang disatukan ke dalam militer Kongo sesuai dengan perjanjian perdamaian 2009. Dengan mengeluhkan perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan sepenuhnya, mereka melakukan pemberontakan pada April 2012 dan berperang dengan mantan rekan kerja mereka.
PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh M23 melakukan kejahatan seperti pemerkosaan dan pembunuhan selama konflik itu. Puluhan ribu orang dilaporkan mengungsi.