Rabu 27 Nov 2013 07:50 WIB

Di Filipina, Dampak Perubahan Iklim Lebih Dipercaya

Red:
Filipina setelah dihajar oleh Topan Haiyan
Filipina setelah dihajar oleh Topan Haiyan

MANILA -- Menurut pantauan ABC, masyarakat Filipina yang baru diterpa badai Topan Haiyan tampak lebih yakin akan dampak negatif perubahan iklim  ketimbang masyarakat Australia. 

Badai Topan Haiyan menghantam Filipina pada awal November. Akibatnya, ribuan orang tewas dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.

Tanggal 12 November, empat hari setelah bencana tersebut, delegasi utama Filipina untuk konferensi perubahan iklim PBB di Warsawa, Polandia, Yeb Sano, menyerukan agar diambil tindakan tegas untuk mencegah lebih banyak lagi badai topan 'super' melanda.

Saat membuat seruan tersebut, Yeb tak kuasa menahan air mata. Ia bercerita bahwa saudara-saudaranya di kota Tacloban, yang mengalami kerusakan paling parah akibat badai, masih belum bisa ditemukan. 

Berbeda dengan sejumlah tokoh Australia yang menghubungkan fenomena kebakaran hutan yang melanda negara bagian New South Wales baru-baru ini dengan pemanasan global, Yeb tidak dianggap sebagai "musuh akal sehat". Ia juga tidak dikritik berusaha mempolitisasi tragedi tersebut. 

Menurut pengamatan ABC di Filipina, media dan masyarakat Filipina benar-benar khawatir tentang perubahan iklim dan kemungkinan adanya badai-badai seperti Haiyan di masa depan.

Di pulau Bantayan, dekat pantai utara propinsi Cebu, Filipina, banyak penduduk yang melihat perubahan iklim sebagai hal yang mempengaruhi kemampuan mereka bertahan hidup.

"Perubahan iklim langsung mempengarhikami, karena kami dikelilingi air," ucap pengusaha bernama Vince Escario, "Laut menentukan siapa kami. Kalau badai seperti ini lebih sering berlangsung, kami sebaiknya pergi dan mencari tempat lain yang lebih baik di muka bumi, karena tak akan ada masa depan yang kami nanti." 

Bantayan island family

 Photo: Sebuah keluarga di Pulau Bantayan (ABC News: Marianne Leitch)

Sejak abad ke 16, Bantayan sudah menjadi komunitas nelayan, namun, menurut para nelayan, akhir-akhir ini mereka makin sulit bertahan hidup karena cuaca makin sulit ditebak dan banyak spesies yang menghilang.

Ini memang tidak secara langsung bisa disebut sebagai dampak perubahan iklim. Yang lebih jelas mungkin adalah bahwa ini akibat pemancingan berlebihan oleh kapal-kapal komersil. Namun, tetap ada anggapan bahwa perubahan iklim akan memperburuk keadaan.

Sebanyak 21 tewas di Bantayan akibat Haiyan. Daerah ini terbilang beruntung dibanding Tacloban, dimana korban tewas mencapai ribuan. 

Menurut Profesor Adam Sobel, ilmuwan bidang Atmosfer di Columbia University, New York, perubahan iklim kemungkinan menurunkan jumlah badai tropis, namun badai yang terjadi akan lebih besar. Maka, badai topan sebesar Haiyan kemungkinan akan lebih sering terjadi. 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement